Senin, 20 September 2010

Dari Bukit Sinai ke Bukit Zaitun

-
berita

Hal mendasar yang tidak disadari oleh umat beragama sendiri di zaman akhir ini adalah masing-masing menjadi tawanan (the captives) dari kepentingan-kepentingan jangka pendek atau expediency, dan terlupa dari prinsip-prinsip. Kecenderungan apologetik mengatakan bahwa yang salah bukanlah agamanya, melainkan para pemeluknya. Dengan perkataan lain, para pemeluk agama telah mengalami alienasi dari agamanya sendiri atau agama menjadi terasa asing karena tidak cocok dengan harapan penuh nafsunya (nafsu memusuhi, membenci, menyerang, dan lain-lain akibat salah pengertian, kurangnya saling berkomunikasi, atau karena warisan-warisan masa lalu yang tidak terlalu jauh seperti zaman kolonial, dan seterusnya).

Dalam Islam sendiri, menurut sebuah sabda Nabi (hadis) juga ada peringatan bahwa agama itu datang sebagai “hal yang aneh” dan nanti akan kembali menjadi “hal yang aneh” lagi seperti semula. Maka para pemikir Islam seperti Muhammad Abduh mengatakan bahwa “Islam tertutup oleh kaum Muslim sendiri”, atau seperti dikatakan oleh Karen Armstrong, berkenaan dengan kedudukan kaum wanita dalam Islam sekarang, Islam, sama dengan agama Kristen, telah “dibajak” oleh para pemeluknya sendiri, yakni dengan memberi tafsiran dan penalaran yang sesungguhnya tidak dimaksudkan oleh Kitab Suci Alquran. Kalau itu semua betul, maka bagaimana dengan ide “memperkenalkan kembali” ajaran agama kepada para pemeluknya sendiri? Suatu kegiatan yang salah akan tampil sangat pretensius, namun tentu tidak ada jeleknya jika dicoba.

Menurut Ibn Taimiyah dan Ayatullah Khomeini- yang masing-masing mewakili secara berturut-turut dunia pemikiran Islam Sunni Hanbali dari zaman klasik dan dunia pemikiran Islam Syi`i-Ja`fari dari zaman modern-beriman kepada para nabi berarti menerima dan mengikuti ajaran mereka (“yang masih absah”, yakni, tidak terkena pembatalan atau abrogasi, naskh). Maka yang langsung terkait dengan persoalan etika sumber daya manusia ialah inti ajaran agama-agama, yang secara simbolik-representatif dicerminkan kepada kontinum inti ajaran tiga agama Semitik (atau Abrahamik), yaitu: Yahudi, Kristen, dan Islam, dan secara prinsipil analog dengan inti ajaran agama-agama yang lain dikalangan umat manusia. Inti ajaran agama Semitik itu, setidaknya demikian menurut banyak ahli tafsir Alquran, menjadi dasar bagi adanya sumpah Ilahi dengan pohon tin (Inggris: fig), pohon zaitun, Bukit Sinai dan negeri yang sangat aman, Makkah.

Pohon tin adalah pohon yang umum tumbuh di sekitar daerah Laut Tengah bagian timur, khususnya Palestina. Tuhan menyebutkan pohon itu sebagai isyarat kepada negeri ini, khususnya Kanaan, sebagai negeri tempat Ibrahim memantapkan dirinya dalam mengemban tugas membawa paham Ketuhanan Yang Maha Esa kepada umat manusia (yang oleh Ibrahim, dengan meminjam istilah masyarakat setempat saat itu, Tuhan Yang Maha Esa itu disebut El-yakni Tuhan tau Sesembahan- atau El Elyon- yakni, Tuhan Yang Mahatinggi, Allah Ta`ala). Di negeri itu pula Ibrahim, dalam usianya yang lanjut, dianugrahi dua orang putra dari dua orang istri, yaitu Isma`il (Isma-El, “Tuhan telah mendengar”) dan Ishaq melalui Ya`qub (Israil, Isra-El, “hamba Tuhan”) tampil para nabi (Al-asbath). Dan masih di Palestina pula- tempat banyak tumbuh pohon Zaitun- Isa Al Masih a.s tampil, dengan sari ajaran yang disampaikannya dalam khutbah dari atas Bukit Zaitun. Inilah relevansi sumpah Allah dengan pohon atau Bukit Zaitun.

Bukit Sinai (Arab: Thur Sina) adalah bukit atau gunung tempat Nabi Musa a.s menerima Sepuluh Perintah (The Ten Commandments, Al-Kalimat Al-`asyr) dari Tuhan yang merupakan perjanjian antara Tuhan dengan kaum Israil (anak keturunan Israil atau Yaqub), dan menjadi inti Kitab Taurat. Inilah inti dari apa yang oleh orang Barat sering dinamakan pandangan hidup Juddeo-Christian (Yahudi-Kristen), yang dinilai sebagai dasar pandangan etis dan moral peradaban Barat pada umumnya. Sedangkan, “negeri yang sangat aman”, yaitu Makkah, disebutkan sebagai acuan kepada kerasulan Nabi Muhammad Saw. Agama yang diajarkannya, sepanjang pandangan Alquran sendiri, adalah kelanjutan agama-agama sebelumnya, dan berhubungan dengan semua agama Tuhan bagi seluruh umat manusia. Sebanding dengan “Sepuluh Perintah” Tuhan lewat Nabi Musa a.s. tersebut, Alquran memuat “Sepuluh Wasiat” (Al-Wasaya Al-Asyr) dari Tuhan kepada umat manusia.

Sumber: Ensiklopedi Nurcholish Madjid

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line