Senin, 20 September 2010

Dampak Politik Mu'awiyah

-
berita


Dari sejarah Islam, kita mengetahui para tokoh sahabat Nabi Saw, yang terlihat dalam pertikaian politik dan perpecahan sesama mereka. Yang paling seru, dan bekasnya masih amat berpengaruh sampai sekarang, ialah antara `Ali dan Mu`awiyah. Sebenarnya, orang cukup mudah membuat penilaian untuk kemudian memihak kepada `Ali atau membenarkannya – dan itulah pendapat yang dominan di seluruh dunia Islam hingga kini - namun kenyataannya, dari segi perpolitikan Islam, Mu`awiyah adalah orang yang dituduh, secara benar, mengubah sistem perpolitikan kaum Muslim dari yang semula bersifat terbuka, egaliter, dan partisipatif, menjadi bersifat tertutup, hierarkis, dan otoriter.

Jelasnya, dari sistem kerajaan. Hendaknya kita ketahui bahwa masa kekhalifahan yang sejati itu hanya berlangsung selama 30 tahun (dari Abu Bakar sampai `Ali), dan sejak itu sampai sekarang, selama lebih kurang 14 abad, yang ada ialah sistem kerajaan, meskipun raja-raja itu mengklaim dan menamakan diri mereka sebagai khalifah, termasuk yang terakhir dan ditumbangkan oleh Kemal Attaturk di Turki Utsmani.
Hanya di zaman modern tentang negara dan politik, banyak negeri Muslim yang berbentuk bukan lagi kerajaan, tapi republik, seperti Aljazair, Tunis, Lybia, Mesir, Sudan, Somalia, Jibouti, Yaman, Suriah, Irak, Iran, Afganistan, Pakistan, Bangladesh, Maladewa, dan Indonesia. Sedangkan selebihnya, yaitu Maroko, Yordania, Kuwait, Saudi Arabia, Bahrain, Oman, dan Malaysia dapat disebut sebagai kelanjutan konsisten tradisi perpolitikan Islam sesudah masa kekhalifahan, yakni sejak masa Mu`awiyah. (Uni Emirat Arab adalah unik, karena merupakan uni dari sistem politik pimpinan seorang syaikh – di sebut dalam Inggris sheikhdom- namun uni itu sendiri dipimpin oleh seorang Presiden).

Demikianlah pengaruh Mu`awiyah dan sistem poitiknya. Dari segi keagamaan, khususnya berkat rintisan Khalifah `Umar ibn Abdul Aziz, Dinasti Umayah yang didirikan oleh Mu`awiyah mewariskan paham Sunni yangn lebih terkonsolidasi. Bahkan kaum Abbasi pun, yang dalam revolusi mereka menumbangkan Dinasti Umayyah melakukan kekejaman luar biasa yang jelas sekali merupakan genocide atau ethnic cleansing terhadap dinasti yang ditumbangkannya, akhirnya justru memeluk ideologi keagamaan Sunnisme warisan Umayah, dengan menindas dan berusaha membasmi kaum Syi`ah dan Khawarij.

Permulaan dari perubahan yang dilakukan oleh Mu`awiyah yang membawa dampak permusuhan lebih parah dalam Islam itu tercermin dalam wasiatnya kepada Yazid, anaknya sendiri yang ia tetapkan untuk menggantikan dirinya: Wasiat Mu`awiyah kepada anaknya, Yazid: “....Aku tidak mengkhawatirkan kepada engkau akan ada yang menentangmu kecuali dari empat tokoh kalangan Quraisy, Al-Husain ibn `Ali, `Umar, `Abdullah ibn Al-Zubair, dan `Abdurrahman ibn Abi Bakar. Tentang (`Abdullah) ibn `Umar, dia adalah tokoh yang sibuk beribadah, dan jika tidak ada seorang pun selain dia, dia akan membaiat engkau; tentang Al-Husain, penduduk Irak tidak akan mendukungnya kecuali dengan mendorongnya untuk memberontak kepadamu dan engkau menang, tunjukkan sikap yang lembut kepadanya, sebab dia itu memiliki rasa cinta yang memikat dan hak yang agung; tentang ('Abdurrahman) ibn Abi Bakar, dia adalah seorang lelaki yang jika melihat para sahabatnya berbuat sesuatu dia akan juga memperbuatnya seperti mereka, namun ia tidak mempunyai perhatian kecuali kepada wanita dan kesenangan; tetapi yang bakal menerkam engkau bagaikan harimau dan mencakar engkau bagaikan serigala, dan yang jika ada kesempatan pasti akan meloncat, itulah (Abdullah) ibn Al-Zubair. Jika ia lakukan itu dan engkau dapat mengalahkannya, maka cincanglah ia sehabis-habisnya.

Adalah Mu`awiyah yang mampu menulis wasiat seperti itu yang juga telah bertindak sendiri, kemudian mewariskan berbagai praktik-praktik yang tidak terpuji dalam sejarah awal perpolitikan Islam. Dari sekian banyak peristiwa kekejaman Mu`awiyah, beberapa di antaranya menyangkut keluarga `A`isyah, bekas istri Nabi yang digelari Umm Al-Mu`minin (Ibu Kaum Beriman), seperti bagaimana Mu`awiyah membunuh dengan kejam saudara `A`isyah, Muhammad ibn Abu Bakar yang menjadi Gubernur Mesir dari pihak `Ali. Juga peristiwa-peristiwa kekejaman Mu`awiyah yang mendorong `A`isyah untuk melakukan oposisi kepadanya, seperti pembunuhan kejam terhadap Hujr ibn `Abdi dan kawan-kawan atas dasar kesalahan menginterupsi khutbah Jumat Ziyad ibn Abih, Gubernur Kufah dari pihak Mu`awiyah, yang berkhutbah terlalu panjang dan waktu salat Jumat hampir habis. `A`isyah melindungi Abdurrahman ibn Abu Bakar, saudaranya, ketika yang terakhir ini menentang keputusan Mu`awiyah menunjuk anaknya sendiri Yazid, dan menuduh Mu`awiyah menganut “Hirqaliyah” (“Herakliusisme”, yakni sistem penunjukan anak atau keluarga sendiri sebagai calon pengganti raja, atau sistem kerajaan yang diketahui orang Arab dipraktikkan oleh Romawi Timur atau Byzantium yang saat itu kaisarnya ialah Heraklius).

Sumber: Ensiklopedi Nurcholish Madjid

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line