''Sebaik-baik pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka mencintai kamu, dan kamu mendoakan mereka dan mereka mendoakan kamu. Dan, seburuk-buruknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci kamu, dan kamu melaknat mereka dan mereka pun melaknat kamu,'' (HR. Muslim).
Setiap manusia, apa pun jabatan dan profesinya, adalah seorang pemimpin. Allah SWT telah memuliakan anak cucu Adam dan mengangkatnya sebagai khalifah/pemimpin di muka bumi (QS al Baqarah: 30). Lebih jauh, Rasulullah saw pun menegaskan bahwa setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas hasil kepemimpinannya (HR. Bukhari Muslim).
Menurut Islam, kepemimpinan adalah amanat yang harus diberikan kepada seseorang yang ahli (kapabel, kredibel, akseptabel) dan harus ditunaikan dalam konsistensi Hukum Kitabiyah, Hukum Robbaniyah, dan Hukum Kauniyah demi mencapai kehidupan yang adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan, baik secara material maupun spiritual.
Ibnu Taimiyah dalam kitab As-Siyasah As-Syari'iyyah menegaskan bahwa oleh karena kepemimpinan itu suatu amanah, maka dalam meraihnya harus dengan cara yang hak, fair, dan tidak melanggar hukum sehingga implementasi kepemimpinannya pun harus dengan benar dan baik juga.
Seorang pemimpin yang baik dan benar akan selalu menunaikan amanah kepemimpinannya berdasarkan moralitas yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara vertikal maupun horizontal. Suatu tuntutan moralitas pemimpin yang ideal pernah disitir dalam pidato kenegaraan Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq ketika beliau dilantik menjadi kepala negara sepeninggalnya Rasulullah saw. Moralitas pemimpin dimaksud meliputi 7 hal, yaitu: Pertama, sifat tawadhu' (rendah hati). Sifat ini mensyaratkan bahwa seorang pemimpin harus senantiasa menjaga martabatnya dalam mengemban amanah kepercayaan dengan memerankan dirinya sebagai public service; mau melayani rakyat yang dipimpinnya dengan tanggung jawab yang benar.
Kedua, tidak alergi terhadap kritik. Seorang pemimpin dengan kearifan dan kebijaksanaannya akan selalu terbuka terhadap kritik dan saran yang konstruktif demi menggalang partisipasi rakyat yang dipimpinnya, sehingga melahirkan social support dan social control yang sehat.
Ketiga, amanah dan jujur. Hal ini merupakan tuntutan mutlak demi menjaga kesinambungan kepemimpinan. Karena pemimpin merupakan pengemban amanah rakyat, ia dituntut untuk senantiasa amanah dan jujur dalam mengemban amanah rakyat.
Keempat, berlaku adil dan tidak memihak. Artinya, seorang pemimpin yang hak akan selalu menempatkan semua permasalahan pada proporsi yang sebenarnya, tidak pilih kasih dan tidak bertindak sewenang-wenang. Kelima, konsisten dalam perjuangan/jihad. Seorang pemimpin akan selalu beristiqomah, konsisten dan tidak 'tinggal gelanggang colong playu' sebelum perjuangan berhasil.
Keenam, terbuka dan demokratis. Artinya, seorang pemimpin yang hak akan selalu menghargai perbedaan pendapat sepanjang hal itu merupakan rahmat demi menegakkan kebenaran dan keadilan. Ketujuh, berbakti kepada Allah SWT. Ini merupakan conditio sine qua non bagi seorang pemimpin yang implementasinya antara lain, dengan menegakkan shalat. Jika seorang pemimpin tetap pada garis-garis kebijaksanaan Allah SWT, maka praktek kepemimpinannya pasti membawa kemaslahatan bagi rakyatnya. Inilah moralitas pemimpin yang harus ditegakkan. -ahi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar