Oleh Taufik Damas
Kisah Nabi Yusuf dinarasikan begitu apik dalam Alquran dan disebut sebagai kisah paling indah (ahsan al-qashash). Perjalanan hidupnya begitu dramatis dan sarat ajaran moral. Walau akhirnya diangkat menjadi menteri, Nabi Yusuf mengalami cobaan hidup yang sangat berat sebelumnya.
Ia pernah dibuang, dijadikan budak, dan masuk penjara. Inilah perbedaan Nabi Yusuf dibanding sebagian pejabat Indonesia saat ini. Nabi Yusuf menjadi pejabat setelah masuk penjara (mengalami penderitaan), sementara sebagian pejabat diseret ke penjara setelah melepas jabatan.
Ada pelajaran penting yang dapat dipetik dari kearifan Nabi Yusuf. Ia diangkat sebagai menteri (ekonomi) setelah memberikan solusi manajerial menghadapi krisis di zamannya. ''Yusuf berkata, 'Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) seperti biasa. Maka, apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya, kecuali sedikit untuk kamu makan'.'' (QS Yusuf [12]: 47).
Berkat saran Nabi Yusuf ini, bangsa Mesir mampu bertahan menghadapi krisis ekonomi yang cukup panjang ketika itu. Solusi efektif ini tak mungkin muncul dari orang yang tidak cerdas, jujur, dan komitmen pada masyarakat.
Dalam konteks kekinian, saran itu dapat diterjemahkan sebagai ajakan untuk tak terjerumus pada pola hidup materialistik-hedonis. Pola hidup seperti inilah yang mendorong orang melakukan korupsi, manipulasi, pungli, dan suap yang menghabiskan uang negara.
Menghadapi krisis global saat ini, para pemimpin (atau calon pemimpin) harus menyiapkan solusi manajerial yang efektif bagi bangsa. Bukan sekadar bertahan, tapi harus mampu membawa bangsa ini menjadi lebih maju.
Dibutuhkan komitmen kuat, kejujuran, kecerdasan, dan kehendak bekerja keras untuk kemaslahatan bangsa. Kita tidak membutuhkan slogan kosong yang tak dapat diimplementasikan dengan baik dan bertanggung jawab.
Yang kita butuhkan adalah sosok manajer seperti Nabi Yusuf. Pemimpin berkarakter seperti inilah yang akan membawa bangsa Indonesia ke arah kemajuan di segala bidang. Semua kebijakan yang diambil pemimpin harus bermuara pada kesejahteraan rakyat.
Sekadar mengukur komitmen para pemimpin terhadap kemaslahatan bangsa, pantas rasanya kita menghayati ucapan Khalifah Umar bin Khatab, ''Jika ada kuda tergelincir di Irak, akulah yang bertanggung jawab.''
Bangsa yang beruntung adalah yang mampu meningkatkan taraf hidupnya. Hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jika sebaliknya, bangsa kita akan menjadi bangsa yang merugi atau bahkan bangkrut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar