Kamis, 25 Juni 2009

BEKAL KETAKWAAN


Firman Allah :
“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, kami akan memberikan kepadamu Furqaan, dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar”. ( QS 8 : 29 )

Dalam ayat ini, Allah mengajarkan kepada kita hal yang sangat berguna. Pertama, Allah mengkhususkan panggilannya kepada orang-orang yang beriman. Jadi, orang-orang yang tidak atau belum beriman, tidak dipanggil melalui ayat ini. Kekhususan ayat ini juga terletak pada kondisi keimanan seseorang.

Kedua, Allah mengajarkan kepada kita tentang sebuah kondisi tertentu yang harus dimiliki oleh orang yang beriman. Sehingga kalimat dalam ayat ini – menurut kaidah bahasa – disebut sebagai kalimat dengan kondisional tertentu. Apakah kondisi atau syarat yang harus mengikuti keimanan ? Jawabannya ada pada frase : jika kamu bertakwa kepada Allah. Ini penting sekali menjadi perhatian setiap orang yang telah dikhususkan panggilannya oleh Allah, yaitu orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah. Tanpa takwa, keimanan kalian tidak ada gunanya. Itulah sebabnya, takwa yang dimaksud oleh Allah adalah pembuktian terhadap apa yang telah diimani.

Ketiga, Allah seakan-akan melontarkan pertanyaan kepada kita. Mengapa keimanan harus disertai dengan pembuktian terhadap yang kita imani ? Rupanya, karena Allah akan memberikan kepadamu furqon, menghapuskan segala kesalahanmu, dan mengampuni dosamu.

Tiga alasan itulah yang menyebabkan Allah mengkhususkan panggilannya kepada orang-orang yang beriman, yaitu keinginan Allah untuk memberikan furqon, menghapus segala kesalahan dan mengampuni dosa orang-orang yang beriman. Tiga hal ini dapat disebut sebagai paket khusus dari Allah untuk orang-orang beriman. Namun, untuk mendapatkan paket khusus ini, orang beriman terlebih dahulu harus melakukan pembuktian terhadap apa yang diimaninya itu.

Mari kita lihat satu demi satu isi paket khusus tersebut.

Pertama, furqon. Secara harafiah, furqon bermakna pembeda. Tetapi secara substansial, yang dinamakan furqon adalah kemampuan untuk membedakan yang hak dan yang bathil, yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk. Kemampuan untuk membedakan ini hanya mungkin dipunyai oleh orang beriman yang sudah mengenal al-Haq melalui pembuktian. Sebelum seseorang mengenal al-Haq, Yang Mahabenar, maka yang ia kenal barulah kebenaran-kebenaran relatif, atau kebenaran subyektif menurut sudut pandangnya sendiri.

Jadi, furqon, adalah hasil pertama dari keimanan yang telah disertai dengan pembuktian terhadap apa yang diimaninya. Ini, penting kita sadari, karena sungguh, iman itu bukan suatu barangjadi yang dapat langsung melekat pada seseorang begitu saja. Ada proses, yang diisyaratkan oleh Allah : ‘Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.’ (QS 10 : 100). Keimanan hanya diberikan kepada manusia dengan izin Allah, artinya, dengan kehendak Allah setelah manusia berupaya untuk meraih dan mendapatkan izinNya.

Kedua, dihapuskan kesalahan-kesalahannya. Dalam bahasa al Quran disebut dengan istilah ‘wayukaffir ankum sayyiatikum’. Ditutupi semua keburukan-keburukanmu. Jadi, kemungkinan, orang-orang yang beriman masih melakukan hal-hal buruk yang tidak disengaja atau yang tidak kuasa dihindari. Tetapi, Allah memberikan kemurahan dengan menutupi keburukan-keburukannya. Sungguh, kemurahan Allah ini layak kita raih dengan ketaqwaan.

Ketiga, diampuni dosa-dosanya. Dosa paling besar manusia adalah seperti yang difirmankanNya : ‘Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.’ ( QS 4 : 116 ).

Dosa, adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang merasa gelisah. Jika hati manusia dihinggapi rasa gelisah, sesungguhnya hal tersebut merupakan salah satu tanda bahwa hatinya hidup, sadar, sehingga ada upaya untuk mencari sumber ketenangan, yaitu Allah. Pada tahap inilah, manusia diminta untuk jujur pada dirinya sendiri, tidak berusaha menutupi kegelisahannya dengan berpura-pura. Sikap pura-pura ini tidak dikehendaki oleh Allah, karena ia merupakan salah satu tanda kemunafikan. Allah menghendaki kejujuran. Dan kejujuran yang utama adalah kejujuran kepada diri sendiri.

Wallohua’lam.

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line