Jawab: Ada dua bentuk ketaatan. Terkadang orang menaati orang lain karena ketakutan, ketamakan dan rendah diri. Ketaatan yang ditunjukkan oleh masyarakat yang hidup di zaman Firaun di zamannya: “Maka Fir’aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya” (Zukhruf: 54). Terkadang ketaatan muncul berdasarkan keimanan dan kecintaan. Sebagaimana al-Quran berkata kepada Nabi Muhammad saw: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” (Ali Imran: 159).
Dalam Islam, hubungan antara rakyat dan pemimpinnya diistilahkan dengan kata “Wilayah”, kepemimpinan. Kata Wilayah bermakna mengikuti yang dibarengi dengan kecintaan. Pemimpin ilahi tidak pernah memaksa: “Bukanlah Aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan” (Shad: 86). Pemimpin ilahi tidak mementingkan dirinya sendiri: “Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu” (Kahfi: 110). Pemimpin ilahi tidak melihat dirinya lebih berhak dari orang lain. Ketika menghadapi bahaya ia tidak membiarkan rakyatnya. Imam Ali as berkata: “Di setiap peperangan, Nabi Muhammad saw lebih dekat dengan musuh dari pada kami. Ia diperintahkan oleh Allah swt agar mengucapkan shalawat dan doa kepada masyarakat: “Sesungguhnya salawat dan doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka” (Taubah: 103). Pada saat yang sama masyarakat diperintahkan untuk bersalawat dan berdoa kepadanya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. Dengan demikian, hubungan antara rakyat dan pemimpin adalah hubungan cinta dan keselamatan, bukan ketakutan dan kekhawatiran.[infosyiah]
Entri ini dituliskan pada 0, Mei 22, 2007 pada 6: 28 am dan disimpan dalam Hikmah. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.
5 Tanggapan ke “Jelaskan pandangan al-Quran mengenai hubungan pemimpin dan rakyat?”
1.
Haji Muhammad Abdullah berkata
0, Mei 22, 2007 pada 3: 50 pm
Kepada para pembaca yang pintar dan yang terhormat
BAGAIAN PERTAMA
Kita dapat membagi 3 kelompok negara, yaitu negara Totaliter (Thogut), negara Olkirasi dan negara Demokrasi.
Negara Totaliter (Thogut) yang 100% dikuasai oleh seorang manusia; sehingga kekuasaan penuh berada di tangan seorang manusia. Seorang Pemimpin Negara di dalam negara Totaliter dapat berubah dengan cepat menjadi Diktaktor (Thogut) misalnya President Saddam Husain dari Iraq, Raja Reza Pahlevi dari Iran, Khalifah Muawiyah Ibn Abu Sufyan, Khalifah Yazid Ibn Muawiyah dll.
Negara Olikrasi yang 100% dikuasai oleh Partai2 Politik atau orang2 tertentu di dalam kelompok tertentu; sehingga kekuasaan penuh di dalam negara Olikrasi berada di tanggan kelompok tertentu atau Partai Politik tertentu misalnya Partai Komunis berkuasa di China dan di Russia; atau Partai Golkar dan PDIP berkuasa penuh di Indonesia; atau Khalifah Abu Bakr & Khalifah Umar Ibn Khattab yang didukung oleh Partai Politik Muhajirun.
Negara Demokrasi atau Imamah yang dikuasai 100% oleh Khulafa (masyarakat, ummat, Kaum, rakyat, bangsa dll) misalnya Kasus Nabi Muhammad dan juga Kasus Imam Ali Ibn Tholib
2.
Haji Muhammad Abdullah berkata
0, Mei 22, 2007 pada 4: 16 pm
BAGIAN KEDUA
Penduduk Madinah adalah ummat Yahudi dan ummat Nasrani sebelum Hijrah. Ummat Yahudi percaya bahwa mereka adalah anak anak Tuhan; baca Bible Perjanjian Lama, Keluaran 4:22. Ummat Yahudi juga percaya bahwa Yesus adalah anak Setan; baca Bible Perjanjian Baru, Markus 3:22. Ummat Yahudi berkewajiban membunuh anak anak Setan; karena ummat Yahudi adalah anak anak Tuhan.
Ummat Nasrani percaya bahwa ummat Yahudi bertanggung jawab atas pembunuhan Tuhannya ummat Nasrani di tiang salib; baca Bible Perjanjian Baru, Matius 27:25. Agama telah menyebabkan permusuhan dan kebencian di antara penduduk Madinah. Perbedaan suku juga memperparah situasi politik di Madinah.
Nabi Muhammad diundang dan dipilih langsung sebagai Pemimpin Negara oleh penduduk Madinah untuk menjaga perdamaian di Madinah; atau untuk mencegah perang saudara di Madinah; bukan berarti ummat Yahudi dan ummat Nasrani mengakui Muhammad sebagai Rasul/Nabi; tetapi penduduk Madinah memilih langsung Muhammad di dalam PEMILU untuk mengabadikan perdamaian. PEMILU adalah SUNNAH.
Para sahabat yang mengungsi ke Madinah hanya 72 orang; sehingga ummat Islam tidak memiliki kekuatan politik untuk mengangkat Muhammad untuk menjadi Pemimpin Negara di Madinah; mengingat agama Islam masih di dalam awal pertumbuhan.; sehingga ummat Islam di Madinah merupakan minoritas dari minoritas.
ALQURAN 42:38
dan mereka yang mematuhi perintah Tuhan; dan mendirikan sholat; urusan mereka ditentukan melalui musyawarah…
Nabi Muhammad tidak hanya terlibat di dalam PEMILU di Madinah; tetapi juga terlibat di dalam musyawarah untuk membuat Undang Undang Dasar Madinah yang bernama Piagam Madinah. Nabi Muhammad dan ummat Yahudi dan ummat Nasrani melakukan musyawarah untuk membuat Piagam Madinah.
Beberapa suku Yahudi menghianati Piagam Madinah misalnya Banu Nadir, Banu Quraizah dll; sehingga mereka diusir keluar dari Madinah oleh Nabi Muhammad. Banu Nadir pindah ke daerah yang bernama Khaibar. Banu Nadir dan masyarakat Jahiliyah di Khaibar melakukan pemberontakan terhadap kepemimpinan Nabi Muhammad di Madinah; sehingga Ali Ibn Tholib dipilih langsung oleh Nabi Muhammad untuk menyerang Khaibar.
Imamah adalah bagian dari Rukun Iman Madhab Ahlul Bait (Syi’ah); sehingga PEMILU dan MUSYAWRAH merupakan bagian dari Imamah. Aqidah Imamah dilaksanakan oleh pengikut2 madhab Ahlul Bait (Syi’ah) untuk beragama, berbangsa dan bernegara.
3.
Haji Muhammad Abdullah berkata
0, Mei 22, 2007 pada 4: 57 pm
BAGIAN KETIGA
Shohih Bukhari, Kitab As sahabah vol 5 buku 57 no 19
Ketika Nabi Muhammad wafat; mayoritas sahabat sedang sibuk mengurus pemakaman Nabi Muhammad; tetapi minoritas sahabat merasa negara di dalam keadaan bahaya atau darurat. Minoritas sahabat tersebut berkumpul di rumah Bani Saida untuk menentukan pengganti Nabi Muhammad (Khalifah Rasul Allah) tanpa PEMILU dan tanpa MUSYAWARAH.
Partai Politik Muhajirun (Makkah) mencalonkan Abu Bakr sebagai Khalifah Rasul Allah (pengganti Nabi Muhammad); tetapi Partai Politik Anshor (Madinah) mencalonkan Sa’d Ibn Ubada. Partai Politik Muhajirun (Makkah) melakukan KOLUSI dengan Partai Politik Anshor (Madinah).
Kasus Abu Bakr sama dengan Kasus Soeharto. President Soeharto didukung oleh ABRI; terutama didukung oleh beberapa Jendral Angkatan Darat melakukan KOLUSI dengan Ketua MPR; tanpa PEMILU dan juga tampa MUSYAWARAH; sehingga mereka mengangkat Soeharto menjadi President RI ke dua tanpa PEMILU dan tanpa MUSYAWARAH.
Kasus Umar Ibn Khattab sama dengan Kasus Burhanudin Yusuf Habibi. Umar Ibn Khattab diangkat langsung oleh Khalifah Abu Bakr tanpa PEMILU dan tanpa MUSYAWARAH. President Soeharto digantikan langsung oleh BJ Habibi. Umar Ibn Khattab adalah pengganti Khalifah (Khalifah Khalifah). BJ Habibie adalah President RI ke tiga.
Kasus Uthman Ibn Affan sama dengan Kasus Abdurrahman Wahid. Umar Ibn Khattab membentuk Partai Politik (Majlish Shuro) untuk mengangkat. Uthman Ibn Affan diangkat oleh Partai Politik tanpa PEMILU dan tanpa MUSYAWARAH. Prof DR Amien Rais menjadi pelopor Partai2 Politik Islam di parlement. Partai2 Politik Islam melakukan KOLUSI dengan Golkar untuk mengangkat Abdurahman Wahid sebagai President RI ke empat.
Kasus Nabi Muhammad dan Kasus Ali Ibn Tholib sama dengan kasus President SBY. Mereka dipilih langsung oleh Khulafa (masyarakat, ummat, kaum, rakyat, bangsa) tanpa melalui Partai Politik tertentu. Mereka mendapatkan suara terbanyak di dalam PEMILU.
Kasus Muawiyah ibn Abu Sufyan sama dengan Kasus Megawati. UUD 45 mengatakan bahwa President RI berkuasa selama 5 tahun. Anggota2 Partai Politik (anggota2 DPR) yang berkuasa di parlement membuat KETETAPAN MPR untuk menggantikan President Abdurrahman Wahid dengan Megawati sebelum 5 tahun. Anggota2 Parlement yang wajib membantu President Abdurrahman Wahid telah melakukan keduta terhadap President RI. Ketetapan yang dibuat oleh anggota2 DPR bukan hukum yang berlaku di tanah air. UUD 45 adalah hukum tertinggi yang berlaku di tanah air. Ketetapan MPR bertentangan dengan UUD 45.
Indonesia adalah negara Olikrasi sehingga kekausan tertinggi berada di tanggan Partai2 Politik; bukan berada di tanggan Khulafa (masyarakat, ummat, kaum, rakyat, bangsa).
Muawiyah ibn Abu Sufyan juga melakukan kesalahan yang sama dengan anggota2 DPR. Mereka menggulingkan Pemimpin Negara (Ulil Amri) yang sedang berkuasa. Muawiyah ibn Abu Sufyan melakukan kudeta dengan cara memberotak kepada negara; sehingga perang Siffin tidak dapat dihindarkan.
ALQURAN 4:59
Hai orang orang yang beriman; taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri (Pemimpin Negara) di antara kamu.
Beberapa negara muslim mencontoh Khalifah Abu Bakr dan Khalifah Umar ibn Khattab sehingga Partai Politik menguasai negara misalnya Indonesia, Pakistan, Malaysia, Bangladesh, Mesir dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar