Selasa, 02 Juni 2009

Abu Dzar Minta Jabatan





Ditulis Oleh Sulistiya
02-06-2009,
Hiruk pikuk pemilihan presiden makin hari makin memanas. Ditandai dengan promosi dari masing-masing capres dan cawapres dalam menghadapi pemilu yang tinggal menghitung hari. Ketiga capres telah memasang strategi demi tercapainya tujuannya. Kadang demi ambisi dan keinginan untuk memimpin negeri ini tidak jarang antar sesama kandidat saling menjatuhkan. Bahkan unsur sara sering di munculkan untuk menggalang masa sebanyak banyaknya. Inilah yang menjadikan keprihatinan kita bersama.

Bila kita samakan dengan iklan pada media massa tidaklah jauh berbeda apa yang dipromosikan dari masing masing capres. Semua sama ingin memperbaiki ekonomi indonesia yang lebih bagus, mengentaskan ekonomi kaum kere, para petani, nelayan dan kaum buruh.

Tapi bagaimana kalau mereka sudah duduk di kursi singgasananya mungkin yang terpikir hanya urusan pribadi golongan dan partai semua janji dan jargon yang tiap hari didengungkan seolah hanya angin lalu. Memang kita juga sadar pemimpin negeri ini tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Tapi apa hasil dari kepemimpinan seseorang dapat kita rasakan.

Di tengah gencarnya lobi antar partai demi calon yang mereka usung muncullah sosok ekonom Indonesia jago dalam bidangnya, dialah Budiono. Beliau dipilih SBY untuk mendampingi maju menjadi kadidat cawapres. Di saat munculnya tokoh ini banyak nada miring atas pencalonanya. Terlalu condong pada Amerika, tunduk pada IMF, dan lainya.

Bukankah para pemuja demokrasi sebenarnya ikut berkiblat ke negara Barat. Itulah ironisnya para penolak yang sebenarnya dia sendiri masuk didalamnya.

Itu adalah alasan yang realistis dari segi keprofesionalannya. Karena memang tidak sesuai dengan bidang keilmuanya. Urusan politik diserahkan pada ahli ekonomi sangatlah tidak bisa diterima. Hingga munculah isu neoliberalisme melekat pada dirinya. Itu semua senandung dari rival politiknya. Ya itulah demokrasi di negeri kita untuk pribadi dan golongan bisa menjatuhkan teman, juga sebaliknya lawan menjadi teman.

Pelajaran dari Budiono, kita menunggu capres yang murni dari rakyat bawah yang mendambkan seorang pemimpin menjabat bukan karena ambisi dan nafsu serakah demi jabtan. Tapi sampai detik ini susah kita temukan. Kita punya puluhan lusin politikus di negeri ini tapi semua ujung ujungnya ya kekuasaan bukan untuk mensejahterakan rakyat.

Menjelang pemilihan capres mendatang sepertinya tokoh negeri ini terbuai dengan euforia politik dari tingkah laku capres dan cawapres dapat dijadiksn alasan, baik yang memakai jilbab atau tidak, punya banyak fulus atau tidak, punya masa lalu suram dalam jabatan, bisa dijadikan alasan, yang kesemuanya itu hanyalah lipstik untuk menarik simpati saja. Sampai tidak asing para capres dan cawapres sampai tlusap tlusup ke gang-gang kumuh, keluar masuk pondok pesantren bahkan sampai ekstrem gunung sampah dijadikan ajang mencari massa.

Bagaimana para elit dan tokoh baik politik maupun masyarakat mau membangun negeri ini kalau tidak ada kelegowoan dalam tatanan bermasyarakat. Mungkinkah jiwa kedengkian dan rasa sakit hati melihat keberhasilan seseorang itu sudah menjadi kepribadian di negeri kita.

Bila kita kembali pada ajaran agama sungguh manusia pada dasarnya semua menginginkan jabatan dan kekuasaan. Karena dengannya manusia bisa memenuhi kebutuhan hawa nafsu sebagai fitrah dari manusia dalam hidupnya. Rasa mau dihormati, rasa status sosial tinggi, populeritasan yang luas bahkan bangga sudah masuk daftar 100 nama orang yang berpengaruh di dunia. Semua itu bisa mengurangi rasa keikhlasan seorang pemimpin dalam menjalankan amanahnya.

Pernah suatu saat sahabat Abu Dzar Al Ghifari minta jabatan kepada nabi. Beliau berkata: "Wahai Rasulullah tidakkah engkau menjadikanku pemimpin?" mendengar permintaan itu nabi menepuk pundak Abu Dzar sambil bersabda: "Wahai Abu Dzar sesungguhnya engkau adalah seorang yang lemah sementara kepemimpinan adalah amanah. Dan nanti pada hari kiamat ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut. (HR Bukhori no 1825)

Sejarah sahabat Abu Dzar Al Ghifari bisa kita ambil pelajaran bagaimana amanah kekuasaan di sisi Allah merupakan cobaan yang berat dan tidak sedikit orang yang terjerumus didalamnya kecuali orang -orang yang di beri taufik dan hidayah. Bagaimana orang yang sudah punya aqidah dan agama yang sudah tidak diragukan lagi, seorang sahabat nabi mengetahui persis kehidupan Nabi saja masih diragukan dalam memikul amanah. Bagaiman dengan umat akhir zaman sekarang ini, mampukah menghadapi dan menjalankan amanah bila kelak menjadi pemimpin?

Kita hanya bisa menunggu siapapun yang terpilih nanti semoga benar-benar mendapat pemimpin yang dirahmati oleh Allah. sehingga bisa terwujud baldatun toyyibatun wa robbun ghofur. Amien.

Sulistiya, Daelim Boiler Co.ltd. Gyeong-Gi, Korea selatan

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line