Sabtu, 29 Agustus 2009

Kekuatan Moral



Oleh A Ilyas Ismail

Manusia dinamai makhluk moral, karena setiap saat ia selalu dihadapkan pada pilihan baik dan buruk. Berbeda dengan malaikat, manusia tidak menjadi baik dan bermoral dengan sendirinya.

Kualitas moral dan keluhuran budi pekerti (akhlaq al-karimah), menurut filosof akhlak Ibn Maskawaih, merupakan produk atau buah dari usaha dan ikhtiar manusia sepanjang hayatnya. Karena itu, setiap orang perlu mengasah, mengasuh, dan mengembangkan potensi serta kekuatan moralitasnya (moral power) secara konsisten.

Lantas, apa kekuatan moral itu? Bagi al-Ghazali, kekuatan moral adalah kemampuan mengelola dan mengendalikan diri dari kecenderungan-kecenderungan yang bersifat destruktif. Jiwa manusia, kata Ghazali, memiliki kesempurnaannya sendiri sehingga ia selalu terbuka dengan perubahan dan perbaikan menuju puncak-puncak kemuliaan dan keluhuran budi pekerti.

Dalam bahasa modern, kekuatan moral dipahami sebagai komitmen etis dalam arti keyakinan yang kuat pada kebaikan atau apa yang diyakini sebagai kebaikan, lalu bertindak atas dasar keyakinan itu sehingga seorang bersikap benar dan mulia. Bertolak dari pandangan ini, maka seorang disebut kuat secara moral manakala ia memiiki kemampuan menyangkut empat hal ini.

Pertama, memiliki komitmen yang kuat pada kebenaran dan kebaikan. Kedua, mampu mengidentifikasi apa yang baik dan apa yang buruk. Ketiga, mampu melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Keempat, mampu memengaruhi orang lain agar berbuat baik (al-amr bi al-ma'uf) dan mencegahnya dari keburukan (al-nahy-u 'an al-munkar).

Seperti diamanatkan Allah SWT, ''Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.'' (QS Ali Imran [3]: 110)
Kekuatan moral, bagi al-Ghazali, lahir dan berpangkal dari empat sifat keutamaan. Pertama, kearifan (hikmah) dalam arti ilmu dan wawasan yang luas. Kedua, keberaniaan (syaja'ah), yakni kematangan jiwa (maturity) yang membebaskan manusia dari sifat penakut dan gegabah.

Ketiga, kedermawanan (sakhawah) dalam arti kemampuan berbagi rasa dan kegembiraan kepada orang lain, khususnya kaum dhuafa. Keempat, keadilan (al-'adl), yaitu sikap dan jalan tengah (moderat) dalam beragama sehingga terhindar dari sikap ekstrem, baik kanan (al-ifrath) maupun kiri (wa al-taftith).

Sifat-sifat keutamaan ini, menurut Ghazali, merupakan ciri dan karakter orang-orang mukmin sejati. Semoga kita mampu mengembangkan kekuatan moral sebagai pangkal kekuatan-kekuatan yang lain demi kesuksesan dan kemuliaan kita sebagai umat dan bangsa. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line