Minggu, 28 Desember 2008

Revitalisasi Hijrah dalam Kehidupan Sosial

Hasan Asy'ari
Kader Muda Muhammadiyah, Tinggal di Lamongan Jawa Timur)

Setibanya kaum Muhajirin di Madinah, Rasulullah SAW mempersaudarakan Abdur Rahman bin 'Auf dengan Sa'ad bin Rabi'. Ketika itu Sa'ad berkata kepadanya, ''Aku termasuk orang Anshar yang mempunyai banyak harta kekayaan. Harta kekayaanku ini akan aku bagi dua. Separuh untukmu dan separuh untukku. Aku juga mempunyai dua orang istri. Lihat mana yang paling baik untuk Anda. Sebutkan namanya maka ia akan segera kuceraikan, dan sehabis masa iddahnya kupersilakan engkau menikah dengannya.''

Mendengar hal itu, Abdur Rahman menjawab, ''Semoga Allah memberkahi keluarga dan kekayaan Anda. Tunjukkan saja kepadaku, di manakah pasar kota kalian?'' Abdur Rahman kemudian ditunjukkan pasar milik Bani Qainuqo. Maka, mulailah Abdur Rahman bekerja dan ketika pulang ia membawa gandum dan samin. Setiap pagi dia melakukannya. Sampai pada satu hari beliau mendatangi Rasulullah SAW dengan pakaian yang bagus dan rapi.

Rasulullah berkata kepadanya, ''Apakah engkau sudah mempunyai penghasilan?'' Dan dia menjawab, ''Saya sudah menikah.'' Rasulullah bertanya lagi, ''Berapa mas kawin yang engkau berikan kepada istrimu?'' Ia menjawab lagi, ''Setail uang emas.'' (HR al-Bukhari).

Dialog tersebut tidak hanya sebatas dialog antardua insan bersaudara, tapi mengandung nilai spiritual yang mendalam. Dalam nalar manusia, tidak mungkin atau kemungkinannya kecil memberikan separuh dari kekayaan bahkan salah satu dari istri yang dimilikinya kepada orang yang baru dikenal. Abdur Rahman adalah salah satu orang Makkah yang berhijrah ke Madinah. Sa'ad orang yang lahir dan besar di Madinah. Mereka bertemu dan kemudian kenalan ketika para sahabat Nabi yang orang Makkah itu datang dan tinggal di Madinah sebagai kaum Muhajirin.

Sebuah pertemuan sesaat. Kalau bukan karena kesadaran ketuhanan, tak mungkin Sa'ad mau dan rela berkorban dengan memberikan separuh kekayaan dan istri yang dicintainya kepada Abdur Rahman. Tapi, bagi Abdur Rahman, ia lebih senang ditunjukkan pasar (tempat mengais rezeki yang produktif) daripada menerima pemberian Sa'ad.

Dialog tersebut juga memperlihatkan sikap itsar atau kerelaan untuk berkorban, berbagi, dan solidaritas, yang diimbangi dengan sikap ta'affuf atau harga diri yang tinggi, pantang menyerah, dan putus harapan. Antara itsar dan ta'affuf, antara membagi dan tidak putus asa adalah sinergi yang melahirkan dinamika dan produktivitas hidup. Hal ini menciptakan energi dahsyat yang menjadi kunci kemenangan kaum Muslim saat itu.

Berubah dan keinginan mengubah
Hijrah adalah berubah dan keinginan mengubah. Berubah dari perilaku individualistis ke perilaku sosial. Dengan berhijrah sifat tersebut terkikis dari hati dan sebagai buahnya tumbuhlah rasa kepedulian sosial.

Hijrah juga berarti mau melakukan perubahan sosial. Nabi Muhammad saat itu mendapat wahyu berhijrah sebagai solusi melepaskan diri dari kesewenangan dan keserakahan kaum kapitalis (kafir-Quraisy) sekaligus strategi membangun kejayaan komunitasnya (umat).

Hijrah Nabi ke Yatsrib mengubah kondisi tersebut. Konflik dan ketegangan terkikis oleh keteladanan dan manuver cantik Rasulullah. Beliau membangun masjid sebagai simbol ketaatan manusia pada Allah SWT. Komitmen keimanan harus tertanam dalam hati karena pengakuan keimanan kepada-Nya berarti pengakuan terhadap kesamaan manusia sebagai hamba Allah dalam hak dan kewajibannya.

Gagasan Rasulullah selanjutnya lebih mempersatukan kaum Mukmin adalah membuat sebuah perjanjian persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin. Setiap orang Anshar akan memiliki saudara seorang Muhajirin yang lebih dekat kepadanya daripada orang Anshar sendiri. Begitupun setiap orang Muhajirin boleh memiliki saudara seorang Anshar yang lebih dekat kepadanya daripada orang Muhajirin sendiri. (Martin Lings: 2007, hal 237). Perjanjian persaudaraan pun juga dibangun oleh kaum Muslim dengan kaum Yahudi (dalam Piagam Madinah).

Kemiskinan di Indonesia
Pada Maret 2008 angka kemiskinan Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa atau 15,42 persen dari total penduduk Indonesia dengan validitas sosial atau standar ukuran kemiskinan Rp 182.636 per bulan. Artinya, sebuah rumah tangga yang telah mempunyai penghasilan minimal Rp 6.100 sehari sudah lepas dari garis kemiskinan. Apakah angka rupiah tersebut cukup representatif sebagai pembeda antara masyarakat tergolong miskin dan tidak miskin karena dalam kenyataannya kebutuhan masyarakat tidak hanya makan. Tetapi, kebutuhan lain seperti pendidikan anak dan pembayaran listrik?

Kemiskinan bisa berkurang kalau orang kaya mau berbagi kekayaan secara proporsional kepada masyarakat miskin. Kaum Muhajirin hanya membawa bekal seadanya ketika hijrah ke Madinah. Namun, mereka bisa bertahan hidup dan bisa mengembangkan potensinya bahkan sukses dalam bisnis serta sukses dalam dinamika kehidupan sosialnya secara lebih produktif karena ikatan persaudaraan. Dalam konteks sekarang, keharmonisan dan keseimbangan hidup itu yang kita butuhkan.

Hijrah juga berarti mengubah dari kesalehan individu menuju kesalehan sosial. Kesalehan selama ini hanya dilihat dari aktivitas menyibukkan diri dengan ritus-ritus formal keagamaan, seperti shalat. Bahkan, untuk menambah bobot dan kesempurnaan kesalehan seseorang terkadang memaksakan mengeluarkan jutaan rupiah, bahkan tidak cukup sekali untuk berhaji.

Membangun masjid yang dilakukan Nabi merupakan simbol ketaatan atau keimanan hamba kepada Allah. Menumbuhkan ikatan persaudaraan merupakan komitmen sosial dan itu wujud implementatif nilai keimanan. Artinya, iman berujung pada amal, pada aksi.

Pusat keimanan memang Tuhan, tetapi ujung aktualisasinya adalah manusia. Nilai kesalehan seseorang tergantung seberapa besar kemauan kita untuk peduli dan berkorban kepada yang lain.

Bebas ketergantungan
Substansi hijrah yang lain adalah bebas dari ketergantungan. Tiap manusia memiliki potensi tidak jadi miskin (hidup serbatergantung dengan yang lain). Dia memiliki kemerdekaan untuk berusaha, meningkatkan pendapatan dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat. Abdur Rahman bin 'Auf lebih memilih ditunjukkan pasar daripada menerima pemberian Sa'ad bin Rabi'

Pelajaran hijrah lain dari dialog Abdur Rahman bin 'Auf dengan Sa'ad bin Rabi' adalah sikap tidak putus asa. Usaha terus-menerus akan membuahkan hasil yang positif. Abdur Rahman menjadi salah satu pebisnis ulung. Bahkan, kaum Muhajirin mampu menggeser dominasi perekonomian kaum Yahudi saat itu.

Dengan kekayaan alam yang ada serta sumber daya manusia yang cukup memadai, bukan mustahil Indonesia menjadi bangsa yang mampu mandiri. Pemerintah membuka akses secara adil dan merata kepada masyarakat serta memotivasi dan memberdayakan masyarakat dengan tidak memosisikan mereka sebagai objek.

(-)

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line