Oleh Nasrullah Nurdin
Bulan Dzulhijjah dikenal bukan hanya sebagai bulan di mana kaum Muslimin di dunia ini menunaikan rukun Islam yang kelima di dua kota suci Arab Saudi, yaitu Makkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah. Tapi, lebih dari itu, ternyata di dalamnya terdapat sebuah kisah yang sangat bersejarah bagi umat Islam, yaitu pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang menyembelih putra yang amat disayanginya, Nabi Ismail AS.
Sebuah perintah yang bersifat tidak rasional, yang kalau kita nalari tidak akan bisa menerimanya. Akan tetapi, bila kita memahami pesan spiritual itu dengan pendekatan imani, dalam artian mempercayai bahwa perintah itu merupakan perintah Allah SWT, nalar (akal atau logika) kita akan menerimanya.
Dasar hukum terkait perintah untuk menyembelih hewan kurban (udhiyyah atau dhahiyyah) ini sebenarnya telah disinggung Allah dalam firman-Nya, ''Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.'' (QS Alkautsar [108]: 2). Dan, dalam hadis Rasulullah SAW, ''Siapa saja yang memiliki kelapangan rizki, tetapi tidak mau berkurban maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat shalat kami.'' (HR Ahmad dan Ibnu Majah). Ini berarti, siapa saja yang mampu, mempunyai kelebihan harta pada saat itu, amat dianjurkan untuk berkurban.
Ibadah kurban memiliki dimensi horisontal yang sangat kuat, selain vertikal tentunya. Ia berfungsi sebagai tali penyambung antara orang kaya yang mempunyai kelebihan rizki dan kaum fakir miskin yang tidak mempunyai apa-apa. Terlebih, jumlah penduduk yang kurang mampu di Indonesia saat ini sudah mencapai 30 juta jiwa lebih.
Kurban mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang mempunyai sifat altruis, yaitu mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Selain itu, ibadah ghairu mahdhah ini juga dapat menumbuhkan sikap peka terhadap kaum papa dan sikap peduli sosial yang belakangan ini terasa hilang dalam kehidupan masyarakat kota yang makin individualis dan egois.
Altruisme yang dalam bahasa Arab dikenal dengan al-itsar ini bisa tumbuh disebabkan kita mau melestarikan perintah Allah yang telah dipraktikkan Nabi Ibrahim AS tersebut. Dengan berkurban, kita dapat merasakan langsung bentuk ''penderitaan'' kaum fakir miskin yang setiap hari berhadapan dengan rasa lapar dan serbakekurangan. Kepedulian terhadap kaum marginal itu tidak selalu mengharuskan kita untuk memberikan sesuatu yang berbentuk fisik atau materi, tetapi dapat pula berupa rasa empati, simpati, atau afeksi terhadap kegetiran hidup mereka. Dengan berkurban, semoga batin kita bertambah kaya.
Kamis, 04 Desember 2008
Altruisme
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar