Oleh Masagus AF
Pada 17 dan 18 Hijrah, atas saran Ali, Umar menjadikan peristiwa hijrah sebagai awal penanggalan Islam, menggantikan perhitungan tahun Fil (Gajah) dan tahun-tahun lainnya yang berlaku saat itu. Pemilihan ini patut direnungkan oleh semua orang.
Tradisi penanggalan biasanya dipijakkan pada peristiwa kelahiran seorang tokoh, pemimpin agama, dan kemenangan yang dicapai suatu bangsa sebagai awal penanggalan. Tetapi, Islam tidak mengambil salah satu di antara peristiwa-peristiwa tersebut sebagai awal kalendernya. Tidak peristiwa kelahiran Nabi, tidak pula Fath Makkah (pembebasan Kota Makkah), bahkan tidak juga peristiwa pengangkatan Muhammad sebagai rasul untuk awal perhitungan kalendernya. Tetapi, justru memilih peristiwa hijrah.
Hijrah dipilih karena merupakan tonggak sejarah perjuangan. Karena, di balik peristiwa hijrah, terkandung nilai-nilai, tekad yang kuat, dan etos perjuangan yang luar biasa. Makkah, sebagai kota kakek, keluarga, dan tempat kelahiran Nabi, pada waktu itu berada dalam kekuasaan orang-orang Quraisy. Nabi, selama masa tiga belas tahun perjuangannya di balik dinding-dinding kota yang dikuasai kaum Quraisy dan di bawah atap-atapnya yang rapat, tidak berhasil membuka jendela ke dunia luar.
Dengan hijrah, Nabi berusaha membuka ufuk baru bagi bangsa Arab yang bercorak kekabilahan keluar dari Makkah, sarang kebodohon, kemusyrikan, dan kezaliman, untuk memperoleh kemerdekaan sebagai gantinya. Jadi, hijrah Nabi ke Madinah bukan karena kalah, tetapi mengalah untuk menang.Tahun baru Islam adalah pintu gapura waktu yang baru. Maka, tahun ini adalah momentum yang sangat tepat untuk melakukan muhasabah (introspeksi diri) serta merampungkan cita-cita dan mimpi-mimpi kita yang belum sempat terwujud.
Apa yang sebaiknya dilakukan di awal tahun ini? Pertama, mengevaluasi diri. Jika selama ini kita lebih banyak melakukan kesalahan, bertaubatlah karena menyesal, lalu meninggalkan perbuatan tersebut seraya bertekad kembali ke jalan yang lurus.Kedua, mengubah sikap. Hijrah berarti mengubah kebiasaan negatif, gaya hidup tidak teratur, malas, atau gaya hidup konsumtif, menjadi rajin beribadah, banyak beramal saleh, tidak egois, dan seterusnya.
Ketiga, memperjelas tujuan hidup. Hidup tanpa tujuan laksana kapal tanpa nahkoda, tak tahu ke arah mana hendak berlayar dan mudah terombang-ambing. Sebaliknya, hidup bertujuan adalah hidup dengan arah yang jelas. Dan, yang terakhir adalah mencari peluang-peluang baru guna perubahan hidup yang lebih baik untuk dunia dan akhirat.
Rabu, 24 Desember 2008
Resolusi Hijrah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar