Sabtu, 12 Desember 2009

Mahma Tubaththin

Ahmad Syafii Maarif


Lengkapnya ungkapan Arab itu berbunyi: Mahma tubaththin tudzhirhu al-ayyam (Apa pun yang anda surukkan, sejarah pasti akan membongkarnya). Saya tak ingat apakah ungkapan ini didapat saat belajar di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Lintau (Sumbar), atau ketika belajar pada Madrasah Mu'allimin Yogyakarta, puluhan tahun yang lalu.

Esensi moral dari ungkapan itu adalah agar orang tidak menyembunyikan sesuatu dengan bungkus dusta atau curang. Sebab, cepat atau lambat, akan terbongkar juga. Jika tidak di dunia, di akhirat semuanya pasti akan digelar di depan Mahkamah Ilahi yang mahaadil, tanpa ada satu kekuatan pun yang mampu menghalanginya. Tetapi, kepercayaan tehadap yang terakhir ini hanya diyakini oleh orang yang beriman, sementara mereka yang berada di luar ranah iman itu tentu tidak hirau dengan serbaakhirat.

Jika ungkapan Arab itu dikaitkan dengan situasi Indonesia yang paling hangat, gambarannya dapat dilihat sebagai berikut. Enam hari setelah kabinet SBY-Boediono dilantik, pada 29 Oktober 2009, polisi menangkap Bibit-Chandra dengan tuduhan menerima suap, kemudian diubah lagi karena menyalahgunakan wewenang dan melakukan pemerasan. Tindakan kepolisian mendapat dukungan kuat dari kejaksaan agung: Bibit-Chandra harus pada akhirnya di bawa ke muka pengadilan, karena kata dua instansi penegak hukum ini buktinya cukup kuat untuk itu. Berminggu-minggu energi bangsa ini tersita oleh pertunjukan drama busuk ini.

Tetapi, yang mungkin berada di luar kalkulasi perekayasa adalah bangkitnya nurani masyarakat luas tanpa dikomando, untuk melakukan protes keras terhadap perlakuan zalim atas diri Bibit-Chandra.

Presiden yang melihat masyarakat menjadi terbelah dan dapat mengundang tindakan liar, membentuk Tim Delapan dengan tugas mengungkapkan fakta di belakang kasus Bibit-Chandra. Tim ini diberi waktu dua minggu sampai dengan 16 November 2009. Juga, di luar harapan perekayasa, tim yang dipimpin Adnan Buyung Nasution ini malah menguatkan simpul-simpul nurani rakyat, yang marah terhadap tindakan kepolisian dan kejaksaan agung.

Tim Delapan sangat dibantu oleh keberanian MK (Mahkamah Konstitusi) yang sebelumnya telah menggelar secara terbuka percakapan seorang super kuat Anggodo Widjojo, dengan para pihak yang disebut dalam rekaman sadapan KPK itu. Akibatnya, bola panas tidak bisa dibendung lagi. Pihak pemerintah yang hadir di forum MK itu seperti orang yang telah kehabisan amunisi untuk berkomentar melalui ucapan ini: ''Apa relevansinya MK menggelar sadapan ini?'' Akibat ucapan semacam ini, posisi pemerintah malah semakin tersudut, seolah-olah tidak rela agar segala kepalsuan dan kebusukan jangan sampai terbongkar. Sedangkan pembela Anggodo, masih memutar otak dengan mempertanyakan, apakah tindakan MK yang menggelar rekaman itu sah atau tidak sah. Adapun munculnya demo-demo yang membela tindakan rekayasa kepolisian, bahkan ada yang meminta agar KPK dibubarkan, tidak perlu dikomentari di sini, karena tidak ada bobotnya.

Kasus Bibit-Chandra ternyata punya ekor panjang yang juga melilit masalah penalangan BI atas Bank Century, yang sebenarnya sudah lama berada dalam kondisi sakit parah. Bukankah penahanan Bibit-Chandra sebenarnya adalah karena kedua pimpinan KPK ini telah mulai bergerak untuk membidik kasus Bank Century? Jusuf Kalla yang tahu persis apa yang sebenarnya terjadi atas penalangan BI terhadap Bank Century memberikan kata putus: ''Perampokan.''

Maka, atas perintah Wapres Kalla yang ketika itu menjalankan fungsi kepresidenan, Komjen SD (Susno Duadji) menangkap RT (Robert Tantular), komisaris utama bank yang sedang sekarat itu. Dalam pembicaraan langsung saya bersama seorang teman di suatu tempat pada 1 Desember 2009, SD dengan bangga mengatakan telah menangkap RT. Sebagai mantan kabareskrim yang kaya informasi, Pansus Angket DPR perlu secepatnya menemui SD dalam rangka membantu melengkapi pencarian fakta tentang perampokan yang memalukan itu.

Akhirnya, apa pun yang anda surukkan atau sembunyikan, cepat atau lambat, pasti akan terbongkar. Janganlah orang dengan mudah mencampuradukkan kebenaran dengan kepalsuan. Dan, mari kita semua jangan mau bersahabat dengan dusta. Aleksandr I Solzhenitsyn, novelis Rusia terkenal, pernah berwasiat: ''Untuk melawan kebobrokan kekuasaan komunisme di Uni Soviet, syaratnya hanya satu: tinggalkan dusta!''

(-)

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line