Oleh KH Didin Hafidhuddin
Baru saja di bulan Dzulhijjah 1430 H ini, dua ratus ribuan kaum Muslimin Indonesia yang bergabung dengan jutaan kaum Muslimin lainnya dari berbagai belahan dunia, telah selesai melaksanakan rukun Islam yang kelima, yaitu ibadah haji.
Tentu saja harapan mereka dan harapan kita semua, para jamaah haji, akan mendapat predikat ''haji mabrur'', haji yang baik dan bersih yang diterima Allah SWT, yang tidak ada balasannya selain kelak akan mendapatkan surga dari Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam hadis Rasulullah SAW riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah (Fiqh Sunnah, juz 5 hlm 24).
Inti dari haji mabrur, sebagaimana diungkapkan para ulama, adalah adanya perubahan perilaku ke arah yang lebih positif dan lebih baik, dibandingkan dengan perilaku sebelum ibadah haji An-Yakuuna Ahsana min Qablu wa an Yakuuna Qudwata Ahli Baladihi (hendaknya menjadi lebih baik daripada sebelumnya, dan menjadi tauladan bagi orang-orang di sekelilingnya).
Para jamaah haji semakin taqarrub (dekat) kepada Allah SWT, dengan berbagai ibadah wajib dan sunah, dan semakin dekat serta akrab hubungannya dengan sesama manusia, dengan melakukan berbagai aktivitas sosial kemanusiaan, yang bermanfaat bagi lingkungannya. Berinfak, bersedekah, berwakaf, menolong sesama, bersinergi, dan berkoordinasi dalam kebaikan dan takwa demi kesejahteraan masyarakat, merupakan karakter dan perilaku kesehariannya.
Dalam sebuah hadis marfu' , Rasulullah SAW menyatakan bahwa haji mabrur selalu memberi makan pada orang yang lapar dan selalu berkata dengan perkataan yang baik. Karena itu, bisa dinyatakan bahwa perilaku para jamaah haji yang mabrur itu adalah rombongan kaum Muslimin yang berhijrah (berpindah) dari perilaku yang buruk menuju perilaku yang baik, dan bahkan lebih baik dari sebelumnya, sebagaimana tersebut di atas. Haji mabrur dan hijrah adalah dua entitas yang menyatu pada pribadi Muslim dan Mukmin, sama menyatunya antara iman dengan amal saleh.
Allah SWT berfirman dalam QS Al-Ashr [103] ayat 1-3: ''Demi masa (01) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian (02) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran (03).''
Sungguh suatu anugerah Allah SWT yang sangat luar biasa, apabila para hujjaj (jamaah haji) tersebut adalah juga para muhajir (orang-orang yang berhijrah) yang memiliki keinginan kuat dan tindakan nyata untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Semoga harapan ini menjadi suatu kenyataan. Insya Allah.
Kamis, 17 Desember 2009
Dua Entitas yang Menyatu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar