Nikolaos van Dam
(Duta Besar Belanda untuk Indonesia)
Banyak orang Barat belum pernah menapakkan kaki di negeri Arab atau dunia Islam, tetapi mereka mendapat kesan tentang Islam dan Muslim melalui media masa saja atau melalui hubungan langsung dengan berbagai macam kelompok pendatang Muslim yang tinggal di negeri mereka. Sebagai contoh, kelompok pendatang Muslim Maroko di Belanda, pendatang Muslim Aljazair di Prancis, pendatang Muslim Pakistan dan India di Inggris, serta pendatang Muslim Turki di Jerman. Mereka juga mendapatkan pengetahuan tentang Islam melalui kejadian-kejadian ekstrem, seperti serangan teroris pada 11 September di Amerika Serikat atau kejadian-kejadian di tempat lain. Pengalaman dan kesan dari kejadian-kejadian tersebut sering mengarah pada negatif dibanding positif. Sering kali, bukanlah Islam yang dipahami, tetapi lebih pada perilaku Muslim yang dibiaskan sebagai gambaran Islam karena mereka bertindak 'atas nama Islam', tetapi sesungguhnya mereka sama sekali tidak mewakili mayoritas Muslim.
Pandangan Islam di kalangan masyarakat umum di Eropa atau Barat pada umumnya, sekarang ini, lebih sering dibentuk oleh peristiwa yang terjadi di dekat rumah atau tetangga dibanding dengan perkembangan negara-negara Muslim yang nun jauh di sana. Di Eropa, pandangan terhadap Muslim dan Islam pada masa lalu sangat dipengaruhi oleh pemikiran lekat yang disarikan dari konflik para penguasa Kristen dan Islam di abad pertengahan. Namun, situasi hari ini di Barat telah berkembang jauh dan sangat berbeda. Meskipun beberapa pemikiran-pemikiran tradisional yang kaku dan bias masih timbul, banyak elemen-elemen baru yang bermain di dalamnya. Konflik baru telah banyak bermunculan. Walaupun mereka tidak ada hubungannya dengan Islam, pantulan kuatnya mengacu ke hubungan Barat serta dunia Islam dan Muslim secara umum.
Tentu, penjajahan negara-negara Barat terhadap Timur Tengah dan wilayah negara lain telah meninggalkan jejak di antara masyarakat bangsa bekas penjajahannya. Sejauh keprihatinan usai periode penjajahan, konflik Arab-Israel adalah faktor yang teramat penting yang memengaruhi hubungan. Pada awalnya, konflik ini hanyalah semacam nasionalisme tentang perselisihan tanah Palestina. Namun, dalam perkembangan waktu, hal ini mendapatkan dimensi-dimensi lain secara gamblang, yakni konflik antara Yahudi dan Muslim, bukan sebaliknya hanya antara Arab dan Yahudi Israel. Pendudukan Israel dan aneksasi Jerusalem telah menambah dimensi agama masuk ke dalam konflik juga. Dukungan kuat Barat secara terus-menerus terhadap Israel, kemudian sikap Barat yang sering dilihat Arab dan Muslim sebagai kebijakan standar ganda terhadap Timur Tengah telah mengakibatkan permusuhan di dunia Islam dan Arab terhadap Barat. Masalah ini, aslinya, adalah permusuhan nasionalisme, namun kemudian ditambah oleh dimensi lain yang meluas menjadi permusuhan Muslim melawan Barat, yang akhirnya memunculkan banyaknya operasi teroris dan kekerasan lainnya oleh organisasi, seperti Alqaidah, Taliban, dan sebagainya. Campur tangan Barat di negara-negara Islam, seperti Irak dan Afghanistan, kemudian kehadiran Barat di jantung wilayah Muslim semenanjung Arab menambah peran dalam memunculkan kebencian dan konflik ini.
Sekarang ini, terdapat elemen baru, yaitu kuatnya keberadaan imigran Muslim di Eropa dengan latar belakang budaya yang sangat berbeda. Keberadaan mereka amat sangat memengaruhi pendapat orang Eropa terhadap Islam dan Muslim pada umumnya. Banyak imigran ini datang dari pelosok desa miskin atau bahkan termiskin di negara mereka sehingga mereka hanya berpendidikan rendah daripada negara di mana mereka berimigrasi. Sering mereka juga tidak mempunyai posisi bersaing dalam hal ekonomi. Meskipun perlu dicatat bahwa ada beberapa pengusaha yang berhasil di antara anak keturunan mereka. Di Belanda, rata-rata pengangguran imigran Maroko sangat tinggi dibanding dengan kelompok imigran lainnya dan ini sebanding lurus dengan tingkat kriminalitas mereka. Karena alasan tersebut, mereka memicu perilaku negatif dalam sektor kehidupan tertentu yang dicap oleh penduduk asli Belanda dan secara tidak langsung juga terhadap Islam.
Di tahun-tahun terakhir ini, Islam secara meningkat telah menjadi subjek perdebatan di Eropa: serangan teroris Muslim pada target-target di Amerika Serikat, London, dan Spanyol; tekanan kepada remaja putri untuk memakai jilbab, penggalangan pemuda untuk jihad internasional; penemuan buku-buku pelarangan homoseksual di masjid-masjid tertentu; kesetaraan pria dan wanita; pembiaran terselubung kekerasan rumah tangga; dan kriminalitas yang diatasnamakan ajaran agama Islam.
Pada tahun 2004, sutradara film Belanda Theo van Gogh dibunuh. Ekstremis pembunuh Muslim meninggalkan sebuah catatan yang menyebutkan dialah yang membunuhnya karena van Gogh secara terbuka mengkritik Islam. Hal ini membawa perubahan di Belanda: para politikus dan para pengikut lainnya dalam debat umum diancam dan bahkan secara sporadis muncul kejadian-kejadian, seperti serangan ke masjid, gereja, dan sekolah-sekolah. Fenomena ini lalu menimbulkan pertanyaan, apakah Islam dalam bentuknya seperti sekarang ini adalah selaras dengan nilai-nilai inti demokrasi dan praktik kehidupan di Belanda. Digabungkan dengan keprihatinan masalah integrasi, seperti penguasaan bahasa Belanda yang tetap rendah, pernikahan antaretnis yang rendah di mana lebih dari 70 persen pemuda Turki dan Maroko menikah dengan pasangan asli dari negara mereka, angka putus sekolah yang tinggi, dan buruknya lulusan sekolah di antara populasi Muslim, semua masalah ini telah memantik panasnya kehidupan sosial dan diskusi di parlemen.
Meskipun Pemerintah Belanda dan organisasi masyarakat sipil berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menerapkan kebijakan integrasi, satu hal masih tetap problematis, yaitu ancaman pemisahan antara Muslim dan non-Muslim. Ancaman ini semakin dibakar oleh fundamentalis Muslim yang mengambil keuntungan dari ketidakpuasan di antara imigran generasi kedua dan ketiga yang sangat lamban berintegrasi. Para fundamentalis Muslim tidak ingin menjadi bagian dari bentuk masyarakat seperti sekarang ini, tetapi lebih menempatkan diri mereka di luar dari itu dan bahkan menolak standar demokrasi dan aturan hukum Belanda yang berlaku. Namun, beruntungnya, kelompok semacam ini hanyalah pinggiran dan kebanyakan Belanda Maroko atau Maroko Belanda dan orang dari kelompok etnis yang lain tentu menerima nilai-nilai Belanda. Namun, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa individu dan kelompok pinggiran dapat menyebabkan banyak kerusakan.
Pertanyaan :
Bagaimanakah sebenarnya pandangan Islam terhadap alam? Apakah alam ini merupakan suatu misteri dan kadangkala menakutkan, sebagaimana yang sering saya dengar di khutbah jum’at, dimana dikatakan bahwa takutlah pada azab Allah SWT, dengan menyebutkan banjir, badai, tsunami, gempa, tanah longsor dan berbagai macam bentuk bencana sebagai azab Allah SWT ?
Khutbah-khutbah demikian menurut saya menghasilkan suatu posisi “takut kepada alam”, atau “menyerah” kepada alam.
Pada sisi lain, bila kita simak laporan pemberitaan di TV, juga di koran, akarr nyatalah bahwa apa yang disebut bencana alam itu boleh dikatakan terjadi tiap hari diseluruh penjuru dunia. Kalau tidak terjadi bencana alam di Indonesia, terjadi di Rusia, atau terjadi di Belanda, atau terjadi di Afrika, atau terjadi di Australia. Atau terjadi di tempat lainnya.
Boleh dikatakan di atas bumi ini setiap hari terjadi bencana alam itu. Kesimpulahnya apa? Maafkan saya, berarti Allah SWT setiap hari menurunkan azabnya. kepada manusia. benarkah begitu?. Kalau benar demikian, maafkan saya, alangkah pemarahnyaAllah SWT, setiap hari, setiap saat Allah SWT dalam keadaan murka, setiap hari, setiap saat Allah SWT menurunkan azabnya.
Mohon maaf ustadz, pikiran saya jadi terguncang memikirkannya. Disisi lain sering pula saya dengar bahwa Allah SWT itu “Maha Rahman”, “Maha Rahim, Allah SWT itu “Maha pengasih”, “Maha Penyayang”.
Bahkan pernah pula saya dengar, bah-wa Islam itu adalah agama yang adil. Me-nurut saya tidak boleh atas manusia dija-tuhkan dua kali azab. Kalau di dunia ini setiap hari sudah menenma azab Allah SWT, maka di akhirat nanti manusia se-harusnya sudah terbebas dari siksa Allah SWT. Kalau di akhirat nanti masih menerima azab Allah SWT, berarti dua kali manusia menerima azab, di dunia dan di akhirat.
Hal lainnya lagi, betul-betul saya mohon maaf. Kalau saya tidak salah Islam menganut azas pertanggungan jawab perseorangan, yaitu setiap pribadi bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Tidak bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuat oleh orang lain.
Sekalipun orang lain itu adalah ayahnya atau anaknya atau isterinya, atau suaminya. Sementara tsunami, kita ambillah tsunami sebagai contoh itukan menimpa orang seumumnya. Semua orang terkena. Kalau benar tsunami itu adalah azab Allah SWT, maka azab Allah SWT yang serupa itu bukan tertimpa kepada perseorangan, melainkan ditimpakan secara kolektif.
Terbersit dalam pikiran dan kalbu saya apakah khatib ketika berkhutbah, atau ketika memberikan ceramah agama, adakah khutbah atau ceramahnya itu dipandu oleh ajaran dan pemahaman agama Islam secara teratur, sehingga tidak berbenturan dengan ajaran agama Islam sendiri ?
Kalau pertanyaan saya ini salah, maafkan saya Tetapi pikiran saya betul-betul gelisah dan betul-betul terguncang.
Jawaban :
Menurut ajaran agama Islam, selain Allah SWT semuanya adalah “makhluk”. Hanya Allah SWT yang ‘Khalik”.
Makhluk itu terdiri atas :
- Malaikat.
- Syaitan/Jin/lblis.
- Manusia.
- Binatang.
- Alam.
Diantara makhluk-makhluk ciptaan Allah SWT itu manusia merupakan makhluk yang terbaik. Manusia terdiri atas jasad, roh, akal dan nafsu. Malaikat tidak berjasad dan tidak bernafsu (kurang dari manusia). Syaitan tidak berjasad dan tidak berakal (kurang dari manusia). Binatang tidak berakal (kurang dari manusia). Alam hanya berjasad saja (sangat kurang dari manusia).
Firman Allah SWT : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Lebih baik dari malaikat, dari syaitan, dari binatang dan dari alam). (Surat 95/At-Tiin, ayat 4).
Dengan demikian pandangan manusia terhadap alam adalah melihatnya kebawah, karena alam diciptakan jauh dari kesempurnaan manusia. Terhadap malaikat dan syaitan manusia melihatnya sebagai sesama makhluk Allah SWT dengan posisi untuk bersahabat dengan malaikat, karena malaikat diciptakan untuk membantu manusia. Sedangkan terhadap syaitan manusia setiap saat adalah berperang dengannya, karena syaitan memusuhi manusia dan kerjanya berusaha untuk menggelincirkan manusia dari jalan Allah SWT.
Firman Allah SWT : “…..Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu Dan hendaklah kamu menyembahKu. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebagian besar diantaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan?“. (Surat 36 /Yaasiin.ayat 60-62).
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman tentang manusia : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan“. (Surat 17/AI Israa’, ayat70).
Adapun bumi dan langit diciptakan Allah untuk manusia. Firman-Nya : “Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezeki dengan yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhan-mu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam” (Surat 40/AI Mu’min,ayat64).
Kehidupan manusia dan juga peredaran alam di atur Allah SWT dalam tata kehidupan tertentu, yang dinamakan “sunnatullah“. Misalnya bagi manusia, ada saat riang, ada saat bersedih. Ketika saat riang adalah ketika bergembira disaat mendapat nikmat.
Sedangkan saat bersedih adalab disaat tertimpa musibah. Hidup manusia, tak bisa terhindarkan dari musibah yang satu ke musibah yang lain, namun juga dipenuhi oleh berbagai kenikmatan, dari kenikmatan yang satu pada kenikmatan yang lain. Hal itu diumpamakan dengan indahnya di dalam Al Qur’an seperti pergantian siang dengan malam, dan pergantian malam dengan siang.
Salah satu bentuk musibah itu adalah bencana alam. Karena bencana alam itu adalah salah satu sunnatullah, tentulah tak dapat dicegah dan dihindarkan. Manusia berdaya upaya untuk meringankan akibatnya Dan dalam berdaya upaya itu tidak boleh berburuk sangka terhadap Allah SWT.
Namun demikian, manusia tidak boleh takut kepada alam. Tidak boleh memberi sesaji kepada alam. Karena sesaji itu membuat alam lebih mulia dari manusia. Padahal yang benar adalah sebaliknya.
Sumber : Buletin dakwah Al-Huda, No. 1150 tahun ke-23 - 19 Desember 2008