Minggu, 04 Oktober 2009

Di Balik Duka



Oleh: Zaim Uchrowi

Sekali lagi, kita harus menyeka air mata. Belum kering rasanya air mata atas tragedi gempa yang menimpa di Tasikmalaya dan wilayah selatan lain Jawa Barat, kita harus menyaksikan lagi derita serupa di Sumatra Barat. Skala kerusakan serta korbannya bahkan lebih besar lagi. Derita yang akan selalu memaksa kita bertafakur: Apa kehendak Allah SWT di balik semua ini?

Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Hanya kalimat itulah yang menenteramkan segala kegundahan. Rumah-rumah yang remuk, gedung-gedung yang ambruk, warga yang harus pergi bertebaran tanpa jelas ke mana harus berlindung dari guyuran panas-hujan, hingga persoalan mata pencarian yang harus hilang dan bahkan soal kesulitan makan, sungguh menyayat perasaan. Belum lagi, soal luka serta gelimpangan korban. Haruskah mereka mengalami tragedi itu? Apalagi, mereka yang masih terkubur oleh reruntuhan bangunan yang tak terselamatkan.

Di tengah kesibukan para petugas serta masyarakat menangani akibat gempa tersebut, pertanyaan-pertanyaan berkecamuk. Petaka ini akibat dosa atau cobaankah? Ataukah merupakan keduanya? Jika dosa, dosa apa dan oleh siapakah? ''Jangan-jangan,'' tutur seorang ustaz menanggapi tragedi Sumatra Barat, ini hukuman yang disebut hadis bakal ditimpakan pada umat yang memperlakukan amanah sebagai ghanimah (rampasan perang)? Jika itu ujian, ujian apa dan bagi siapa itu? Apakah kita sudah termasuk orang yang layak untuk diuji?

Apakah bencana itu merupakan akibat dosa atau merupakan cobaan, dapat didiskusikan secara panjang lebar. Namun, tak akan pernah ada kesimpulan yang dapat ditarik dengan jelas karena itu sepenuhnya kehendak Tuhan. Yang lebih terjangkau oleh alam manusia adalah pertanyaan: Pelajaran apa yang mungkin diberikan Tuhan melalui musibah itu. Setiap musibah selalu mengandung pelajaran. Sebagai manusia, semestinya kita terus belajar dari setiap kehendak Tuhan yang ada di balik fenomena alam.

Dalam Alquran surat 94:5 tertera jelas bahwa sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Surat tersebut mengajari kita untuk dapat berdiri tegak dalam menghadapi kesulitan. Bahkan, mengajarkan agar berani menjadikan kesulitan itu sebagai tantangan. Sebab, dalam kesulitan itulah ada kesempatan. Para pebisnis tangguh umumnya meyakini, kesempatan untuk menyalip atau mendahului lawan justru ada pada tikungan. Maka, mari hadapi setiap tikungan dengan percaya diri.

Sejarah menunjukkan, petaka merupakan momentum yang tepat buat bangkit dan maju. Itu yang telah terbukti di Aceh. Kebangkitan seperti itu pula--bila tepat dalam menyikapinya--yang dapat terjadi di Sumatra Barat.

Senaas dengan itu pula adalah pandangan bahwa beban yang dipikul setiap manusia adalah selalu sesuai dengan kapasitas orang tersebut. Itu yang ditegaskan dalam Alquran (2:286), Tak ada orang yang salah dalam menanggung beban. Seorang yang lemah akan diberi beban sedikit. Seorang kuat akan mendapat beban kuat.
Dari pendekatan ini dapat dipahami bahwa orang yang mendapat beban adalah 'orang terpilih'. Termasuk beban duka. Bila tepat dalam bersikap, yang terpilih itu akan mendapat buah dari keteguhannya dalam memikul buah.

'Terpilihnya' Sumatra Barat untuk memikul beban tragedi tentu atas kehendak-Nya. Boleh jadi, inilah jalan Allah SWT untuk memberi momentum agar Sumatra Barat bangkit. Dalam sejarah, Sumatra Barat mempunyai peran luar biasa dalam membangun Indonesia sekarang. Peran yang dapat dikatakan lebih dari daerah lain manapun di Indonesia. Pemikiran-pemikiran kebangsaan, yang menjadi latar tegaknya Indonesia sangat terwarnai oleh Sumatra Barat. Peran demikian tidak lagi menonjol dalam beberapa dasawarsa terakhir.

Tragedi politik penanganan PRRI/Permesta telah memorak-porandakan kapasitas Sumatra Barat yang sebelumnya merupakan 'pemikir utama' kebangsaan Indonesia. Gempa ini, insya Allah, akan mengembalikan marwah dan peran penting Sumatra Barat bagi bangsa.

(-)

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line