Oleh Asro Kamal Rokan
Satu pesan pendek masuk ke telepon genggam saya. Isinya: Sehubungan pengukuhan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia, diminta pada semua delegasi wartawan Indonesia dalam General Assembly Confederation of ASEAN Journalist (CAJ) di Kuala Lumpur, mengenakan baju batik.
Pada 2 Oktober 2009, insya Allah, Badan PBB mengenai pendidikan, ilmu, dan budaya (UNESCO) mengukuhkan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Saat bersamaan di Genting Highlands, pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama delegasi wartawan negara ASEAN, dijamu makan malam oleh Menteri Penerangan dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Rais Yatim.
Mengenakan batik dalam situasi bersejarah, tentu terasa indah dan sentimentil. Dengan beragam motif dan warna yang indah, batik tidak sekadar busana yang tepat untuk acara makan malam resmi, tetapi juga indentitas yang sahih, terutama ketika berada di Malaysia, negara yang juga memproduksi batik.
Pemerintah Indonesia telah mendaftarkan batik ke UNESCO untuk mendapatkan status Intangible Cultural Heritage (ICH). Pada 2 Oktober di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, UNESCO bersidang dan akan mengukuhkan batik sebagai warisan budaya dunia. Sebelumnya, badan PBB itu telah mengukuhkan wayang dan keris Indonesia sebagai warisan dunia.
Menyambut pengukuhan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta rakyat Indonesia mengenakan batik pada 2 Oktober. Di Jakarta, Gubernur DKI, Fauzi Bowo, menyerukan semua pegawai, pelajar sekolah, karyawan hotel, dan masyarakat DKI mengenakan batik pada momen bersejarah tersebut. Seruan Pak SBY--Presiden yang gemar mengenakan batik, termasuk batik lengan pendek yang kini menjadi trend--dapat menjadi gerakan nasional. Gerakan untuk indentitas, kebanggaan, keindahan, dan bahkan dalam ranah diplomasi politik, ia menjadi harga diri bangsa.
Batik mulai dikenal pada abad XVIII masa Majapahit. Ketika itu, batik terbatas dikerjakan dan digunakan keluarga kraton. Motifnya hewan dan pepohonan. Ketika Islam menyebar pada masa Kerajaan Mataram, batik semakin berkembang pesat, motifnya lebih beragam. Pembuatan dan penggunaannya pun tidak lagi sebatas kraton, tapi berkembang di masyarakat biasa dan para santri. Bahkan, batik menjadi alat perjuangan ekonomi tokoh-tokoh Islam dalam memperkuat perekonomian menghadapi penjajah masa itu.
Dan, kini batik telah menjadi warisan dunia. Ia digunakan oleh semua lapisan masyarakat--dari presiden hingga petani, dari guru sampai murid-murid. Ia digunakan dalam banyak situasi. Di kantor-kantor, pelan dan pasti batik telah menggantikan jas dan kemeja berdasi. Ia tidak lagi dikenakan hanya pada acara-acara formal, tapi juga ketika berlibur atau ke pasar dan mal. Batik telah menjadi simbol kebersamaan dan sangat berkarakter.
Dan, pada 2 Oktober mendatang di Genting Highland, Malaysia, ketika para wartawan Indonesia mengenakan batik saat jamuan makan malam resmi, batik dengan berbagai motif dan warna-warna yang indah, akan menyampaikan pesan penting: Kami Indonesia ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar