Jakarta, Kompas - Rencana pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang terkait pemberian tanda centang dua kali dalam surat pemilih mengundang reaksi banyak pihak.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Djafar Badjeber, Rabu (31/12), menyatakan khawatir peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) ini semakin membingungkan pemilih.
Soalnya, sejak Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 ditandatangani 31 Maret 2008, partai sudah langsung menyosialisasikan agar rakyat memberi tanda centang satu kali dalam surat suara. Semua peraga kampanye pun sudah memasyarakatkan kepada pemilih agar memberi tanda satu kali, bukan dua kali. ”Perpu semakin membingungkan orang,” katanya.
Oleh karena itu, ketimbang mengeluarkan perpu, pemerintah lebih baik mendorong Komisi Pemilihan Umum menyosialisasikan secara besar-besaran agar pemilih memberi tanda centang satu kali di nama caleg yang akan dipilihnya.
Anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, Saifullah Ma’shum, juga mengkhawatirkan perpu ini malah digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendelegitimasi pemberian suara pada caleg sebagaimana telah diputuskan Mahkamah Konstitusi. Delegitimasi itu dilakukan dengan diam-diam mendorong pemilih hanya memberi tanda gambar partai.
Ketua Pelaksana Harian Pimpinan Kolektif Nasional Partai Demokrasi Pembaruan Roy BB Janis menilai dikeluarkannya perpu telah menafikan UU Pemilu yang telah mengatur pemberian tanda satu kali. Perpu juga seharusnya dikeluarkan dalam keadaan kegentingan yang memaksa. Padahal, situasi genting tersebut tidak terjadi saat ini.
Sementara itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Arbab Paproeka justru mendukung dikeluarkannya perpu ini. Menurutnya, perpu ini justru lebih merespons pemilih untuk menyatakan kehendaknya.
Direktur Nasional Lingkar Madani Untuk Indonesia (Lima) Nasional Ray Rangkuti, dalam siaran pers yang diterima Kompas, Kamis (1/1), menyatakan, pemerintah dan KPU agar hanya melakukan perubahan terhadap aturan pemilu dengan didasari pada pertimbangan desain awal dari sistem pemilu itu sendiri.
Hal tersebut harus dilakukan agar pembangunan sistem pemilu yang tepat bagi bangsa Indonesia pada masa mendatang dapat dijamin kepastiannya.(DWA/SUT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar