Minggu, 18 Januari 2009
Menuju Kemenangan
Tidak terasa perjalanan di bulan Ramadan hampir kita lewati. Itu artinya umat Islam di seluruh dunia termasuk di Indonesia kembali memperoleh hari kemenangan atas perjuangan melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh. Selama bulan Ramadan tersebut, setiap masjid, musala, langgar, dan bahkan lembaga-lembaga pendidikan penuh dengan berbagai macam kegiatan Ramadan oleh umat Muslim.
Ramadan sebagai bulan yang penuh berkah, tentunya kehadiran merupakan momen yang sangat tepat bagi umat Islam untuk merefleksikan kondisi nyata bangsa kita yang kini sedang dilanda demoralisasi individual dan sosial yang sangat tajam. Keprihatinan mendalam kini memang sedang melanda bangsa Indonesia.
Selain kondisi krisis yang tak kunjung berakhir, bangsa kita dilingkupi kecenderungan sosial yang kian anarkis dan penuh dengan kekerasan, baik di tingkat elite bangsa maupun di tengah masyarakat bawah.
Lebaran sesungguhnya memiliki arti yang sangat sakral, bukan hanya sekadar penampilan luar yang baru tetapi jauh di dalam diri haruslah memiliki penampilan yang baru juga. Hal ini mesti dilakukan karena, ketika gema takbir berkumandang, maka disaat itulah kita kembali bersih (fitrah). Oleh karenanya, maka keimanan kita terhadap sang pencipta haruslah semakin meningkat.
Membahas tentang keimanan berarti menguraikan tiga unsur yang mengikatnya; membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Begitu juga dengan pendukung iman; Islam dan Ihsan, keduanya pun tak dapat diceraikan dari iman begitu saja.
Ironisnya, fenomena yang sedang trend sekarang ini adalah kemuliaan "semu", kadar keimanan yang hanya didasarkan pada simbol-simbol belaka. Sehingga barometer keimanan seseorang adalah mereka yang berpenampilan agamis, fasih dalam berdalil, semua kalimatnya berbau Arab, dan militan. Sedangkan mereka yang "norak", umumnya tak digubris, tak dihormati, atau malah dipandang hina.
Selain melihat pada keimanan, disaat lebaran yang merupakan hari kemenangan semua umat muslim. Sudah semestinyalah sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, kita harus berbagi kemenangan kepada sesama saudara kita yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal.
Dengan kenyataan kehidupan bangsa kita yang sungguh mempihatinkan, dimana harga-harga mulai naik dan beban hidup semakin bertambah. Maka sebagai umat Islam kita perlu merefleksikan kembali fungsi ritualitas Ramadan yang kita laksanakan selama satu bulan yang kemudian meraih kemenangan di hari 1 Syawal. Dengan melaksanakan ibadah Ramadan setiap tahun, idealnya umat Islam mampu memberikan dorongan positif bagi kehidupan bangsa ke arah yang lebih baik di masa-masa mendatang. Oleh karena itu, 1 Syawal, akan sangat penting bagi umat Islam untuk merenungkan kembali substansi dari ibadah Ramadan yang dilaksanakannya. Dimana tidak hanya sekadar memenuhi perintah agama semata, tetapi juga mampu menjawab keprihatinan kita atas kondisi bangsa yang semakin amburadul? Sebab bila disadari, bahwa keambrukan tatanan moral dan peradaban bangsa ini, tidak lain akibat kondisi suram atau rusaknya mentalitas di antara para pemimpin dan rakyat bangsa kita.
Tanpa merasa malu dan bersalah, praktik korupsi, kolusi dan kolusi tetap dilakukan demi memenuhi kepentingan hasrat hawa nafsu jahat mereka. Sementara beban hidup warga masyarakat semakin berat akibat kondisi kondisi krisis yang tak kunjung berakhir.
Fenomena tersebut tentu merupakan bentuk kerusakan mentalitas seseorang dalam menjalani kehidupan kesehariannya. Sebuah larangan bisa berubah menjadi kewajiban, dan apa yang menjadi kewajiban berubah menjadi larangan. Di sinilah posisi Syawal dan Ramadan, selain sebagai bentuk pengejewantahan kepatuhan manusia terhadap Tuhan, sekaligus juga merupakan sarana penyembuhan mentalitas umat yang rusak.
Sebagai sarana pembersihan terhadap mentalitas umat yang rusak tersebut, sudah saatnya di hari kemenangan kehidupan bangsa dan masyarakat kita mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Sehingga, kehadiran Ramadan dapat memperbaiki citra politik dan moralitas bangsa kita. Begitu juga dalam aspek ekonomi, bagaimana pelaksanaan puasa ini dapat menghilangkan sikap keserakahan dan ketamakan kita selama ini yang telah menghancurkan sendi-sendi ekonomi kita.
Semoga ibadah Ramadan yang dilaksanakan oleh umat Islam kali ini merupakan obat mujarab bagi perbaikan dan perubahan masa depan bangsa kita. Dan dengan adanya Ramadhan merupakan madrasyah bagi jiwa untuk kesadaran akan kedekatan dan kehadiran Tuhan pada ketakberdayaan diri dalam lapar dan dahaga. Sehingga tatkala datang hari Syawal, kita semakin dapat merasakan penderitaan saudara-saudara yang ada disekitar kita. Semoga Lebaran kali ini benar-benar membawa perubahan bagi kehidupan diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara kita. Amien...
Prakoso Bhairawa Putera S
Pemerhati Masalah Sosial Politik
Civitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar