Senin, 8 Maret 2010 | 04:12 WIB
Keselarasan pola penyikapan yang terjadi di antara bagian terbesar anggota DPR dan masyarakat dalam kasus Century menjadi babakan baru yang positif bagi relasi politik keduanya. Akankah kondisi ideal semacam ini terpertahankan?
Hasil voting Rapat Paripurna DPR, yang salah satunya memutuskan adanya masalah kebijakan pemberian dana talangan kepada Bank Century, menjadi momen yang bersejarah bagi perubahan pola hubungan politik yang terbentuk di antara kelembagaan politik negara dan masyarakat di negeri ini.
DPR tentu menjadi pihak yang paling banyak mendapat apresiasi saat ini. Terkait dengan pola hubungan politik antara DPR dan masyarakat, misalnya, pada kesempatan inilah kesamaan pola penyikapan terjadi di antara mereka. Apa yang menjadi penilaian bagian terbesar anggota DPR dalam kasus Century sejalan dengan apa yang menjadi penilaian masyarakat. Hasil pengumpulan opini publik yang dilakukan Kompas menunjukkan, mayoritas publik (76,7 persen) menyatakan sepakat dengan hasil Rapat Paripurna DPR yang menyimpulkan dugaan adanya penyimpangan dalam pemberian dana talangan dan penyalurannya kepada Bank Century.
Selain menyatakan sepakat dengan hasil kesimpulan DPR, bagian terbesar publik juga menyatakan rasa puas mereka terhadap kesimpulan fraksi- fraksi ataupun putusan anggota DPR dalam rapat paripurna. Lebih dari dua pertiga bagian responden menyatakan rasa puas mereka terhadap fraksi ataupun anggota DPR dari PDI-P, Golkar, PKS, PPP, Gerindra, dan Hanura. Tentu rasa puas yang mereka ekspresikan lantaran apa yang menjadi penilaian publik selama ini terhadap kasus Century sesuai dengan apa yang diperjuangkan para wakil rakyat dari keenam partai itu.
Sebaliknya, pihak pemerintah kali ini mendapat tekanan politik yang kurang populer. Jika dalam berbagai persoalan posisi pemerintah, terutama adanya keberadaan sosok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tampak kokoh di mata publik, kini mulai tergoyahkan. Bagian terbesar dari responden yang terangkum dalam survei ini meyakini bahwa anggota kabinet, seperti Sri Mulyani Indrawati ataupun Boediono terlibat dalam persoalan ini. Kedua sosok tersebut tampak tidak lagi populer di mata responden. Bahkan, pandangan semacam ini secara konsisten diutarakan oleh bagian terbesar responden sejak kasus ini intensif dipersoalkan pada Desember 2009 hingga kini.
Di sisi lain, partai-partai penyangga koalisi pemerintahan Yudhoyono pun terkena imbas dari ketidakpopuleran tersebut. Kuatnya penilaian publik yang berseberangan dengan kerangka pendapat pemerintah menjadi bukti gagalnya dominasi kekuatan politik partai penguasa dalam menggalang simpati massa dan dukungan politik di parlemen.
Malah, kini justru kekecewaan diekspresikan publik terhadap kelompok partai yang menyatakan tidak ada masalah dalam kebijakan pemberian dana talangan dan penyalurannya kepada Bank Century. Sekitar 7 dari setiap 10 responden menyatakan kekecewaan mereka pada kesimpulan akhir partai-partai tersebut. Tak pelak, rata-rata dukungan terhadap hasil keputusan Partai Demokrat, PKB, dan PAN hanya di bawah 25 persen.
Kondisi demikian sudah barang tentu bagaikan pil pahit yang harus ditelan partai-partai politik pendukung pemerintah. Pukulan terbesar bisa jadi dirasakan oleh Partai Demokrat, motor koalisi ini. Bisa saja para anggota legislatif dari partai ini secara kompak menyatakan satu suara dukungan dengan menyatakan tak ada masalah dalam kebijakan pemberian dana talangan dan penyalurannya kepada Bank Century. Namun, dua pertiga dari responden yang mengaku memilih Partai Demokrat dalam Pemilu 2009 menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap partai ini. Inilah suatu kenyataan baru yang harus dihadapi Demokrat. Padahal, biasanya pola dukungan publik selama ini cukup tinggi. Ketidakpuasan semacam ini juga terjadi pada partai-partai lain, seperti PAN dan PKB, dalam proporsi yang beragam.
Sejak bergulirnya penyelidikan kasus Century di DPR, momen ini seolah menjadi jalan baru untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap DPR. Betapa tidak, berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari kesimpulan survei-survei sebelumnya, penilaian publik terhadap lembaga perwakilan ini cenderung diekspresikan secara negatif. Kebijakan-kebijakan yang dibuat para wakil rakyat sering kali dinilai tidak mampu mewakili aspirasi masyarakat pemilihnya. Relasi politik yang bersifat ideal antara rakyat dan para wakil rakyat selama ini terkoyak.
Dalam momentum ini, sikap publik dan hasil kesimpulan DPR tampak sejalan. Arus penilaian publik di luar ruang sidang cenderung berbanding lurus dengan arus suara di dalam ruang paripurna. Terkait dengan rekomendasi DPR, misalnya, sebanyak 86 persen responden mengamini rekomendasi DPR yang menuntut penyelewengan yang terjadi dalam kasus Century ditindaklanjuti dengan proses hukum. Dengan kata lain, keputusan sidang paripurna kali ini mampu mewakili suara publik.
Persoalannya, apakah kondisi semacam ini akan terus terpertahankan sehingga anggota DPR benar-benar berperan ideal sebagai wakil rakyat? Bagi masyarakat, tentu pola-pola penyikapan dan relasi politik semacam inilah yang diidamkan. Namun, bagi para anggota DPR, belum tentu semacam ini yang terus- menerus terwujud. Dalam kasus Century yang baru saja tertuntaskan di DPR, terlihat beragam pertimbangan ataupun alasan terjadinya perubahan pola penyikapan di antara mereka.
Di satu sisi, pola penyikapan sebagian besar anggota DPR yang selaras dengan opini publik bisa saja terbentuk akibat kemampuan mereka membaca aspirasi yang berkembang di masyarakat, khususnya saat menyoroti persoalan Century ini. Dalam hal ini, keputusan DPR dinilai dekat dengan dorongan yang berkembang di tengah masyarakat tidak terlepas dari kawalan berbagai elemen masyarakat, terutama media massa, dalam setiap prosesnya.
Selama lebih kurang tiga bulan, media massa secara konsisten mengawal setiap bagian dari proses perjalanan penyelidikan kasus Century yang dilakukan oleh Panitia Khusus DPR. Proses persidangan menjadi ruang terbuka yang bisa diakses publik lewat siaran langsung di televisi dan pemberitaan media, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan penilaian atas kasus ini. Dalam jajak pendapat ini, lebih dari separuh responden menyatakan sering atau selalu mengikuti perkembangan kasus Century melalui berbagai media. Sebanyak 86 persen responden mengaku mengikuti perkembangan kasus ini melalui siaran televisi. Pengawalan seperti ini menjadi salah satu kunci dalam proses pengawasan kinerja lembaga.
Di sisi lain, tidak terhindarkan pula adanya pertimbangan obyektif mereka terhadap persoalan yang terjadi dalam kasus ini. Kebijakan pemberian dana talangan kepada Bank Century dinilai mereka sarat dengan pelanggaran. Oleh karena itu, dengan wewenang yang mereka miliki, putusan politik pun dijatuhkan sekalipun kali ini harus berseberangan dengan pemerintah ataupun bahkan sekalipun ada yang tergolong masih dalam satu koalisi dengan pemerintahan yang berkuasa.
Di balik pandangan-pandangan demikian, tidak terlepaskan pula motif lain yang mendasari setiap keputusan fraksi maupun anggota DPR. Namun, apa pun motif yang diusungnya, baik menarik simpati publik, meningkatkan posisi tawar dalam pemerintahan, maupun motif partai yang lebih bersifat pragmatis ataupun ideologis, sedapat mungkin rakyat menjadi subyeknya. Wakil rakyat harus menyuarakan aspirasi rakyat. Kondisi ideal semacam ini yang harus terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar