Ibadah haji dapat disebut sebagai perjalanan suci (rihlah muqaddasah). Perjalanan suci ini tentu saja amat ditekankan kepada setiap Muslim. Dalam satu hadis Rasulullah saw bersabda, ''Tidak ditekankan untuk bepergian kecuali pada tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjid Aqsha,'' (HR Bukhari & Muslim).
Seperti perjalanan pada umumnya, perjalanan melaksanakan ibadah haji juga membutuhkan bekal. Bahkan tersedianya bekal ini, baik untuk transportasi (ongkos) maupun biaya hidup selama menunaikan ibadah haji, disebut oleh Rasulullah saw sebagai salah satu syarat wajib haji. Dalam Alquran, Allah swt mengingatkan kaum beriman tentang bekal haji ini. Peringatan itu tertuang dalam surah Al-Baqarah ayat 179. ''Dan berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.''
Menurut banyak ahli tafsir, ayat ini diturunkan berkenaan dengan penduduk Yaman. Mereka mempunyai kebiasaan yang kurang baik, yaitu berangkat ke tanah suci (untuk melakukan ibadah haji) tanpa membawa bekal. Mereka menjadi ''telantar'' dan melakukan perbuatan yang kurang terpuji di sana, yakni mengemis dan meminta-minta. Sebagai peringatan kepada mereka dan kepada kita semua kaum beriman, Allah swt menurunkan ayat di atas (Al-Manar, 2/229).
Menurut Imam Ghazali, terlepas dari latar belakang turunnya ayat di atas, bekal yang harus dipersiapkan calon haji, berdasarkan ayat di atas, ada dua macam. Pertama, bekal yang bersifat fisik material. Bekal ini diperlukan baik untuk ongkos perjalanan maupun untuk biaya hidup. Bekal ini juga diperlukan untuk berbuat kebajikan, memberi infak dan sedekah. Rasulullah saw amat menganjurkan kepada calon haji agar banyak memberikan infak.
Katanya, ''Biaya dan infak yang dikeluarkan dalam ibadah haji sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan jihad fisabilillah. Satu dirham dilipatgandakan pahalanya sampai tujuh ratus dirham,'' (HR Ahmad). Tanpa bekal yang cukup, calon haji tentu sulit memenuhi anjuran ini.
Bekal kedua ialah yang bersifat mental spiritual. Yang terpenting dari bekal ini, menurut Ghazali, ada dua hal. Pertama, Al-Fahm, yaitu pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang ibadah haji. Hanya dengan bekal pengetahuan inilah, tandas Ghazali, seseorang dapat melaksanakan ibadah haji dengan penuh kesungguhan (tasyawwuq) dan penuh ketulusan memenuhi pangilan Allah (Ihya Ulum Al-Din, 1/314). Selain pengetahuan, yang juga penting ialah amal saleh dan akhlakul karimah.
Inilah bekal takwa yang secara eksplisit disebut dalam ayat di atas. Takwa di sini menunjuk pada kesiapan mental calon haji memenuhi panggilan Allah swt dengan memperbanyak ibadah dan kebajikan, serta menjauhi larangan-larangan Allah. Takwa seperti disebutkan di atas adalah bekal calon haji yang sesungguhnya. Bekal material diperlukan hanya dalam kerangka untuk menopang dan mendukung terwujudnya bekal takwa ini. Wallahu a'lam bi al-Shawab! - ahi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar