Oleh KH Didin Hafidhuddin
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah [2]: 269, ''Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).''
Hikmah dalam ayat tersebut berarti kebaikan yang banyak, yang dianugerahkan Allah SWT kepada seseorang sehingga dirasakan manfaatnya, baik oleh diri, keluarga, masyarakat dan bangsa, juga alam semesta. Ayat tersebut menjelaskan pula bahwa orang yang banyak kebaikannya itu termasuk kelompok cendekiawan Muslim (ulil albaab ).
Ternyata kecendekiaan seseorang bukan hanya ditentukan oleh ilmunya yang banyak, tetapi oleh kebaikan-kebaikan dari ilmu tersebut. Demikian pula halnya dengan pemimpin yang memiliki hikmah. Dari kepemimpinannya itu, dapat dirasakan kebaikan, kemaslahatan, dan keadilan oleh masyarakat yang dipimpinnya.
Paling tidak terdapat tiga ciri pemimpin yang memiliki hikmah, sebagaimana dijelaskan para ulama ketika menafsirkan ayat di atas, yaitu: Pertama, kasrotun 'ilmi , atau memiliki berbagai macam pengetahuan. Di antaranya, ilmu yang berkaitan dengan keahlian tertentu; juga ilmu-ilmu humaniora, seperti teknik berkomunikasi dan psikologi massa. Ia menolak hidup mewah, atau memberikan kemewahan pada pembantunya di saat masyarakat sedang mengalami berbagai macam kesulitan hidup.
Kedua, kasrotul hilmi , atau memiliki kesabaran dan kedewasaan yang matang, tidak mudah mengeluh dan tidak mudah menyalahkan orang lain. Pemimpin yang memiliki hikmah justru akan menjawab dan membalas setiap ketidakbaikan dengan kebaikan. Cemoohan dibalas dengan introspeksi diri dan kerja keras untuk membuktikan ketidakbenaran cemoohan tersebut. Itulah pula yang digambarkan Allah SWT pada surah Fussilat [41]: 34-35.
Ketiga, kasrotul unah , atau memiliki kehati-hatian dan kewaspadaan, baik dalam ucapan apalagi tindakan. Ucapannya terukur, jelas, dan gamblang, tidak sembarangan. Demikian pula, tindakannya selalu memerhatikan kemaslahatan dan kemanfaatan bagi masyarakat yang dipimpinnya. Tidak ada jarak antara ucapan dan tindakannya. Semuanya larut dan menyatu dalam kepribadiannya yang utuh dan tangguh.
Pada saat bangsa kita sekarang ini sedang menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang kompleks dan berat, keberadaan pemimpin yang memiliki hikmah merupakan sebuah kebutuhan dan keniscayaan, agar harmonisasi kehidupan yang melahirkan ketenangan akan segera bisa diwujudkan. Semoga.