Oleh A Ilyas Ismail
Sudah sejak lama, disadari atau tidak, kita mengalami krisis keteladanan. Krisis ini sejatinya lebih berbahaya ketimbang krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan. Berbagai krisis ini timbul justru karena tidak adanya pemimpin yang visioner dan tercerahkan, dalam arti mampu membawa umat kepada kehidupan yang mulia dan sejahtera lahir serta batin.
Kenyataan ini mendorong kita untuk merenungkan kembali posisi dan kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan bagi umat manusia. Firman-Nya: ''Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.'' (QS Al-Ahzab [33]: 21).
Ayat ini menurut pakar tafsir, Ibn Katsir, merupakan pedoman dasar dalam penetapan Nabi SAW sebagai suri teladan. Meskipun turun dalam konteks perang (Khandaq), ayat ini bersifat umum dalam arti mengharuskan kaum Muslim meneladani Nabi SAW tak hanya dalam soal perang, tapi dalam segala hal.
Nabi SAW memang patut dijadikan teladan. Allah SWT memujinya sebagai manusia dengan pribadi yang agung (QS Alqalam [68]: 4). Keagungan ini pantas disandangnya karena beliau sebagai Nabi terakhir, yang mampu menempa dan mewarisi semua sifat serta keutamaan yang dimiliki nabi-nabi terdahulu. Firman-Nya: ''Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah maka ikutilah petunjuk mereka.'' (QS Al-An`am [6]: 90).
Makna meneladani Nabi itu dipahami oleh para ulama dalam beberapa pengertian. Pertama, wujub al-Iqtida' bahwa kaum Muslim mesti mengikuti Nabi dan menjadikannya sebagai tokoh identifikasi diri dalam segala hal, baik perkataan, sikap, maupun perilaku.
Kedua, mulazamat al-tha`ah bahwa kaum Muslim harus senantiasa patuh dan taat kepada Nabi. Kata 'meneladani' itu, menurut al-Alusi, hanya bisa dimengerti bila kaum Muslim taat kepadanya. ''Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.'' (QS Alhasyr [59]: 7).
Ketiga, `adam al-takhalluf `anh bahwa kaum Muslim tidak boleh menjauh dan berpaling dari Nabi, seperti halnya orang-orang munafik. Kaum Muslim tidak pantas berlaku demikian, karena Nabi, sang teladan, hadir di tengah-tengah mereka.
Krisis keteladanan yang selama ini terjadi dapat dicegah bila kita mampu meneladani Nabi. Sebagai suri teladan, Nabi mesti menempati 'ruang khusus' dalam kesadaran kaum Muslim. Sehingga, keberadaan beliau dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka sepanjang masa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar