Oleh Alwi Shahab
Kita mendambakan keteladanan para pemimpin, terutama dalam hal penegakan hukum dan keadilan. Tanpa keteladanan itu, perubahan dalam masyarakat sulit diwujudkan. Banyak ayat Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW yang menegaskan perlunya keteladanan tersebut.
Menurut Islam, seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kepemimpinannya. Nabi SAW berulang kali menegaskan bahwa beliau tidak akan melarang suatu perbuatan sebelum beliau sendiri yang pertama mematuhinya. Sebaliknya, beliau juga tidak akan menyuruh umatnya melakukan suatu kebajikan sebelum beliau sendiri melakukannya.
Dalam kaitan ini, ada kisah menarik yang patut disimak. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, ada seorang raja dari sebuah negara kecil di Syam (Syria) yang baru masuk Islam. Namanya Jablah bin Aihmad Ghasani. Suatu saat, ketika ia tengah menunaikan ibadah haji, ujung jubahnya terinjak dengan tidak sengaja oleh seorang Arab miskin. Dalam amarahnya, Jablah menampar orang tersebut, tapi si miskin balik menamparnya.
Jablah lalu menemui Umar dan mendesaknya agar menghukum rakyat kecil itu. Namun, di luar dugaannya, sang Khalifah justru menyatakan bahwa Jablah telah menerima balasan dari perbuatannya.
Tentu saja, dia tidak bisa menerima pernyataan khalifah itu. "Kalaulah dia melakukan penghinaan ini di negeri saya, dia telah saya gantung," ujarnya. "Itulah praktik di sini sebelum Islam,'' jawab Khalifah Umar. "Tetapi, sekarang, orang miskin dan putra mahkota diperlakukan sama di hadapan Islam. Dalam menegakkan hukum, Islam tidak mengenal perbedaan antara yang miskin dan kaya," tegas Umar.
Prinsip keadilan dan persamaan di hadapan hukum itu pula yang selalu ditekankan empat Khulafaur Rasyidin ketika memilih seorang gubernur. "Tegakkanlah keadilan dalam pemerintahan dan dalam diri Anda sendiri," kata Khalifah Ali bin Abi Thalib kepada Malik Asytar ketika menunjuknya sebagai gubernur di Mesir. "Lindungilah hak-hak rakyat. Janganlah hanya karena segelintir orang, Anda mengorbankan kepentingan mereka," tegas Khalifah Ali.
Dengan demikian, jelaslah bahwa keteladanan dan kewajiban menegakkan keadilan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Karena, ia merupakan amanah Allah dan sendi pokok dari kewibawaan pemerintah. Menurut pendapat sejumlah pakar hukum, apabila keadilan diabaikan, pasti itu akan menimbulkan reaksi, bukan saja dari mereka yang menjadi korban ketidakadilan itu, tapi juga dari masyarakat luas yang mendambakan terciptanya tatanan masyarakat ideal.
Sabtu, 13 Februari 2010
Keteladanan Pemimpin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar