Kamis, 26 Februari 2009

Kursi Jabatan



Oleh: Saiful Bahri

Kursi jabatan yang ekuivalensi dengan kepemimpinan, sejatinya merupakan amanah yang harus digenggam dan ditepati. Karena pemegang amanah tersebut pasti diminta pertanggungjawabannya, baik di dunia maupun di akhirat kelak.Namun, pada tatanan realitas, konsep dasar ini sering ditepikan oleh segelintir pejabat yang lupa daratan. Mereka tertipu dengan kemilau kenikmatan semu dan temporal ala duniawi.

Lebih mendasar dari itu, sesungguhnya jabatan merupakan tanggung jawab yang sangat berat. Ia tidak bisa diimpikan dengan alasan percobaan dan 'coba-coba', apalagi hanya untuk mengejar kekayaan dan bersenang-senang.Pernah suatu ketika seorang sahabat Rasulullah SAW, Abu Dzar al-Ghifari, mendatangi beliau agar diberikan jabatan gubernur. Lantas Nabi SAW menjawab, ''Innaha amanah wainnaka dhaif.'' Yang artinya, ''Sesungguhnya (jabatan gubernur) itu amanah, sedangkan engkau lemah (tidak mampu).''

Hadis di atas mencerminkan bahwa sebagai pemimpin, Rasulullah SAW memilih proporsionalitas dan profesionalitas kepemimpinan daripada mengedepankan hubungan kroni yang hanya akan menghasilkan inkonsistensi dan inefisiensi dalam memegang amanah.Seseorang tentunya lebih mengetahui potensi yang terdapat pada dirinya. Maka, ketika ia melihat suatu jabatan tidak sesuai dengan ranah potensinya, sebaiknya ia menetapkan pilihan lain.

Meminta dan mengharap suatu jabatan sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Dzar al-Ghifari, bukanlah hal tercela, karena Nabi Yusuf juga pernah melakukannya. Beliau pernah meminta untuk menjabat sebagai bendaharawan negara.Lalu permohonan ini dikabulkan, karena beliau dikenal awas (cakap) dan piawai dengan jabatan itu. (QS Yusuf [12]: 55). Adalah apa yang dilakukan Nabi Yusuf itu memang keputusan yang tepat, begitu juga pengabulan permohonannya. Dalam masa jabatannya, Nabi Yusuf menangani sektor pangan menghadapi paceklik selama tujuh tahun dan panen selama limit waktu yang sama.

Pemaksaan kehendak, baik pada diri sendiri, apalagi mengiming-iminginya ke orang lain yang dikenal tidak mampu untuk menduduki suatu jabatan, pada gilirannya hanyalah merupakan sebuah bumerang yang siap menghujam.Proporsionalitas dan profesionalitas dalam memangku suatu jabatan menjadi hal mutlak karena sesungguhnya Allah SWT amat berkenan ketika suatu pekerjaan dapat dilaksanakan secara terarah oleh orang yang tepat. Sebaliknya, bila sebuah urusan atau jabatan diserahkan dan dipercayakan kepada seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kebinasaannya. Wallahu a'lam bisshawab.

(-)

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line