Kamis, 03 Juni 2010

Paradigma Kepemimpinan


Oleh A Riawan Amin

"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpin. Imam bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin rumah tangga dan bertanggung jawab terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab terhadap keluarganya. Pelayan adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan bertanggung jawab terhadap apa yang ia kelola. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban terhadap kepemimpinannya." (HR Al-Bukhari No 5200, 7138, dan Muslim No 4701 dari Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu 'Anhuma).

Paradigma kepemimpinan di atas menunjukkan bahwa sejatinya kepemimpinan adalah milik setiap orang. Ia bukanlah monopoli segelintir orang yang memiliki rakyat atau anak buah sebagaimana dalam pandangan Barat. Seorang diri pun, dalam perspektif ini, adalah pemimpin, self leadership. Justru, kepemimpinan diri menjadi titik awal bagi kualitas kepemimpinan di level yang lebih tinggi.

Dalam paradigma ini, seseorang yang mampu memimpin dirinya secara optimal sesungguhnya sedang menunjukkan kekuatan dalam memimpin orang lain. Sebaliknya, menjadi ironi bila ada seseorang yang dipandang berhasil sebagai pemimpin sebuah organisasi, tetapi gagal memimpin diri dan keluarganya. Karena, ada satu asumsi dasar universal yang perlu menjadi catatan. Yaitu, orang yang tidak memiliki sesuatu pastilah tidak akan bisa memberikan sesuatu. Kepemimpinan dipandang sebagai bagian yang komprehensif di semua lini kehidupan.

Karena, sejatinya, seorang pemimpin sejati haruslah memulai kepemimpinannya dengan diri sendiri. Sebelum mengolah sesuatu di luar diri, ia harus dapat mengolah dirinya sendiri. Kegagalan para pemimpin kita selama ini semata-mata karena kegagalan mereka dalam memimpin diri, membawa diri, dan mengolah diri.

Dalam bahasa lain, setiap orang ditakdirkan hidup di dunia ini sebagai seorang pemimpin. Paling tidak, pemimpin bagi dirinya sendiri. Kemampuan memimpin orang lain sangat erat kaitannya dengan kemampuan memimpin diri sendiri. Untuk itu, diperlukan serangkaian kualitas yang mampu menunjang kepemimpinan terhadap diri sendiri. Kualitas-kualitas itulah yang akan menjadi fondasi kuat bagi keberhasilan dalam mencapai berbagai mimpi dan cita-cita pribadi, keluarga, organisasi, dan komunitas.

Dalam perspektif spiritual, kepemimpinan diri berangkat dari satu asumsi dasar bahwa kehidupan adalah wahana peribadatan. Setiap apa yang dilakukan merupakan wujud pengabdian kepada Sang Pencipta. Tidak ada satu pun dari aktivitas seseorang, kecuali selalu dinisbatkan sebagai bentuk ibadah. "Dan, Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS Adzdzariat [51]: 56).

Oleh sebab itu, seluruh gerak jiwa dan tubuh harus menjadi bahasa zikir. Bahasa yang senantiasa mengingatkan diri akan status sebagai khalifatullah fil ardh (khalifah Allah di muka bumi).

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line