Oleh HM Syamlan
Suatu hari, Nabi Muhammad SAW didatangi tokoh-tokoh kafir. Mereka punya banyak harta dan pengaruh yang luas. Mereka datang kepada Nabi ingin masuk Islam. Sebagai orang kaya, tokoh dan punya kedudukan, mereka minta tempat khusus. Mereka tidak mau disamakan dengan sahabat-sahabat Nabi yang miskin dan lemah. Mereka pun mengutarakan maksudnya itu kepada Rasul SAW.
Nabi SAW pun sempat ingin menerima pendapat mereka itu. Terbayang jika mereka masuk Islam, hal itu akan memudahkan dakwah dan syiar Islam, terutama dalam hal pendanaan. Namun, sebelum itu terealisasi, Allah menurunkan firman-Nya.
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya
di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia
ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan
dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas." (Al-Kahfi: 28).
Ayat itu menunjukkan bahwa modal atau kekuatan utama dalam perjuangan, sesungguhnya bukanlah harta, status sosial, atau kedudukan. Modal utama itu juga bukan sarana-sarana dan fasilitas-fasilitas mewah dunia. Itu semua adalah kekuatan palsu, bisa menipu, sangat lemah, dan akhirnya sirna. (Lihat: Fi Zhilalil Qur'an, karya Sayid Quthb).
Kekuatan utama dalam perjuangan dakwah adalah iman. Iman yang kuat dan sungguh-sungguh itu terwujud karena adanya hubungan yang sangat intensif dengan Allah. Berzikir (ingat Allah) pagi dan petang, secara kontinu. Utamanya shalat lima waktu berjamaah di masjid.
Kader-kader dakwah yang seperti ini-meskipun mereka miskin, tampak lemah secara lahiriah- sesungguhnya jauh lebih hebat daripada orang-orang kaya dan berkedudukan tinggi, tapi belum jelas keimanannya. Inilah standar kualitas SDM yang ditetapkan oleh Allah.
Dalam kaca mata dakwah, ukuran pertama dan utama adalah iman. Harta benda, kedudukan dan kekuasaan yang tidak dilandasi dengan keimanan yang kuat, bisa berubah menjadi sumber kehancuran. Masuknya orang-orang kaya dalam barisan dakwah yang tidak tulus tetap harus diwaspadai. Apalagi bila mereka hanya mengharapkan kedudukan, status social, dan urusan keduniaan.
Logika dunia memang sangat memukau. Bisa juga dibungkus dengan kemaslahatan. "Sesungguhnya dunia itu manis dan indah. Allah menjadikan kamu berkuasa di dunia maka Allah melihat apa yang kamu lakukan. Karena itu, berhati-hatilah dengan dunia dan berhati-hatilah dengan (godaan) wanita." (HR Muslim). Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar