Oleh Ruswanto Syamsuddin
''Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta dan benda yang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.'' (QS al Baqarah [2] : 188).
Allah SWT dalam ayat ini melarang manusia memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Terdapat alasan logis yang melatari pelarangan perbuatan tersebut. Yaitu, bahwa memakan harta orang lain secara tidak halal bertentangan dengan fitrah (nurani) manusia. Suatu perbuatan yang bertentangan dengan fitrah lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahat.
Tindakan memakan harta orang lain dengan cara batil membuka ruang untuk bertindak saling menzalimi antarsesama. Jika hal itu dibiarkan terjadi berlarut-larut, maka pihak yang kuat akan semakin kuat dan yang lemah akan semakin lemah. Dengan kata lain, kelompok yang kuat dengan mudah dan leluasa dapat menindas kelompok yang lebih lemah.
Oleh karena itu, Islam secara tegas melarang kaum Muslimin merekayasa hukum dengan tujuan memperkaya diri secara batil. Hukum merupakan tempat bernaungnya masyarakat dari sistem hidup yang berpotensi mencampakkan prinsip-prinsip keadilan.
Maka, jika hukum di pengadilan bisa dengan mudah direkayasa oleh orang-orang yang berada di institusi penegak hukum, lalu ke mana dan kepada siapa lagi masyarakat akan menuntut keadilan. Kalau penyakit ini telah menyerang negeri ini, sungguh kita menghadapi musibah yang dapat mendatangkan petaka kemanusiaan.
Dalam hadis riwayat ad-Dailami dari Ibn Abbas, dijelaskan bahwa ada tiga golongan manusia yang apabila ketiganya itu ada, maka akan membawa bencana. Yaitu ahli agama yang durhaka, para pemimpin atau pejabat pemerintah yang aniaya, dan para ahli hukum yang bodoh.
Pemimpin yang aniaya adalah yang menjadikan kedudukannya untuk kepentingan duniawi. Ahli agama yang durhaka adalah yang menjadikan agama sebagai alat untuk kepentingan duniawi. Dan ahli hukum yang dikategorikan bodoh adalah yang menetapkan hukum bukan berdasarkan keadilan, melainkan berdasarkan kepentingan pribadinya.
Rasulullah SAW bersabda, ''Sebesar-besar dosa adalah mempersekutukan Allah (syirik), membunuh jiwa (tanpa sebab), durhaka kepada kedua orang tua, dan perkataan zuur (sumpah/saksi palsu).'' (HR Bukhari).
Hanya dengan pertolongan Allah dan usaha keras bangsa Indonesia, segala potensi kezaliman dapat diredam. Meredam potensi perbuatan zalim berarti menyelamatkan bangsa dari penyakit sosial yang sudah menggerogoti mentalitas sebagian penegak hukum di negeri in
Tidak ada komentar:
Posting Komentar