Minggu, 17 Oktober 2010

Dakwahtainment

Abdi Kurnia Djohan
Ketua Lembaga Dakwah Al-Azhar

Kata dakwah di Indonesia dipahami sebatas aktivitas menyampaikan ceramah agama. Demikian pula dengan istilah dai, yang selalu diartikan dengan sebutan penceramah. Istilah-istilah lain dalam agama yang di Indonesia maknanya menjadi sempit adalah ulama dan ustaz. Di dalam kamus al-Wasith, kata dakwah dimaknakan sebagai mengajak kepada sesuatu dengan argumentasi yang kuat. Terminologi dakwah di dalam Alquran dijumpai sebanyak 10 kali dalam bentuk isim (kata benda), 10 kali dalam bentuk amr (kata kerja perintah), dan 49 kali dalam bentuk mudhari' (kata kerja present). Dari ke-69 kali penyebutan itu, dua penyebutan mengarah pada makna seruan atau ajakan agar orang melakukan kebaikan, yaitu di dalam surah Ali Imran ayat 104 dan surah Al-Nahl ayat 125.

Namun, makna dakwah di dalam Alquran tidak hanya dibatasi pada pengertian menyeru atau mengajak. Bunyi teks surah Ali Imran ayat 104 secara jelas menyebutkan definisi kerja dakwah, sebagaimana dapat dipahami berikut; "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." Dari uraian itu, dapat dipahami bahwa dakwah memainkan fungsi kontrol terhadap perilaku umat atau manusia secara keseluruhan.

Luasnya jangkauan kerja dakwah, bukan berarti bahwa kerja tidak membutuhkan ilmu. Kerja dakwah membutuhkan ilmu agar seorang dai dapat dengan sukses menjalankan tugasnya, yaitu sampainya pesan-pesan dakwah kepada objek dakwah (mad'u). Alquran menjelaskan prinsip-prinsip penting dalam dakwah yang seyogianya diperhatikan seorang dai, yaitu bersikap lemah lembut (QS 3: 159), mengedepankan hikmah dan nasihat yang baik (QS 16: 125), memelihara kehormatan diri (iffah) (QS 2: 273), menyampaikan pesan dengan kasih sayang (QS 90: 17), mengutamakan sikap sabar dengan keteguhan berpegang kepada kebenaran (QS 103: 3), dan bersikap konsisten dengan tidak memedulikan celaan orang lain (QS 5: 54). Pemahaman seorang dai terhadap prinsip-prinsip di atas bersifat urgen karena perilaku seorang dai menggambarkan karakter nilai yang akan disampaikannya. Luas jangkauan kerja, pentingnya penguasaan ilmu dakwah, dan kemampuan penguasaan dai terhadap ilmu akan menempatkan dakwah dalam posisinya sebagai katalisator kehidupan manusia.

Dakwahtainment
Dalam kurun waktu 1970-an sampai dengan 1990-an, fungsi dakwah di Indonesia dijalankan sebagaimana makna dakwah yang dimaksudkan oleh Alquran. Tumbuh suburnya halaqah-halaqah dakwah di kampus-kampus umum semakin menegaskan pengertian dakwah yang luas jangkauannya. Tayangan-tayangan dakwah di televisi, terutama di era 'Mimbar Agama Islam' TVRI pada 1980-an, menampilkan sosok-sosok dai yang memahami konsepsi dakwah yang sesungguhnya.

Meskipun fungsi dakwah dijalankan di tengah tekanan penguasa yang represif ketika itu, pesan-pesan dakwah yang disampaikan para dai dapat ditangkap dengan baik oleh masyarakat. Geliat kerinduan akan kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh nilai-nilai agama bertumbuhan di mana-mana. Para dai bermunculan mengampanyekan cita kehidupan yang Islami.

Fenomena itu ditambah dengan keunikan latar belakang pendidikan para dai yang tidak berlatar belakang pendidikan pesantren atau perguruan tinggi Islam, tapi justru berlatar belakang pendidikan umum. Dakwah di tengah pusaran politik yang represif, dalam kenyataannya, mampu memunculkan koreksi terhadap kekuasaan dan kemudian menawarkan solusi atas persoalan bangsa yang karut-marut ketika itu.

Memasuki tahun 2000-an, dunia dakwah mengalami masa stagnasi. Krisis ekonomi yang demikian hebat menghantam sendi-sendi kehidupan bangsa dan umat pada gilirannya mendorong munculnya sikap pragmatisme masyarakat di dalam menyikapi persoalan hidup. Dakwah kehilangan semangat seiring dengan semakin menguatnya sikap pragmatis umat. Di tengah kekosongan ruhani bangsa akibat krisis, semestinya dakwah hadir memainkan fungsi tilawah (informatif) dan tazkiyah (penyucian diri).

Ketidakhadiran dakwah di tengah situasi itu disebabkan oleh terkurasnya energi sebagian besar aktivis dakwah pada upaya perbaikan sistem politik. Kehadiran dakwah yang berorientasi pada pengelolaan hati (qalbun salim) memang sempat menghibur kegersangan hati umat yang ditinggal oleh ruh dakwah yang penuh semangat dan heroik.

Namun, dislokasi model dakwah yang heart-oriented ini telah menggiring opini publik ke arah pembentukan idola yang silau dengan selebritas. Masyarakat tidak lagi melihat ke arah mana sesungguhnya dakwah hendak dibawa. Masyarakat lebih tertarik kepada figur sang dai yang dipandangnya mampu memberikan solusi semua masalah kehidupan.

Di titik ini, dakwah kemudian diasosiasikan dengan hiburan (entertainment). Bahkan, di dalam sebuah wawancara pagi di sebuah stasiun televisi tahun 2006, seorang penceramah dengan bangga menyebut bahwa esensi dakwah itu sendiri adalah hiburan atau dakwahtainment.

Sejak saat itu, para penceramah atau dai berlomba-lomba meningkatkan kapasitas seninya agar dapat mempertahankan eksistensinya. Malah di dalam sebuah diskusi di antara para kiai, muncul informasi yang menyebutkan adanya monopoli hak siar dakwah oleh agensi penceramah tertentu agar dapat terus tayang di hadapan publik.

Di dalam sebuah wawancara dengan salah satu stasiun televisi, Jalaludin Rahmat pernah mengemukakan bahwa di Indonesia dakwah tidak lagi membutuhkan kapasitas intelektual karena yang diinginkan oleh publik Islam dari dakwah adalah kapasitas seni artisifial dari sang pendai itu sendiri. Secara santai, Kang Jalal menegaskan bahwa para penceramah tidak perlu memahami ilmu-ilmu agama, tapi mereka perlu mempelajari teknik bernyanyi dan berakting yang baik agar kelak diminati oleh publik.

Karena itu, bobot muatan dakwah di Indonesia mungkin dapat disejajarkan dengan komedi slapstick yang berakibat hilangnya maruah dakwah sebagaimana diamanatkan Alquran. Keadaan yang berbeda dapat dibandingkan dengan di Malaysia, Singapura, Brunei, atau negara-negara Muslim lainnya. Demikian pula dapat dibandingkan dengan penyampaian dakwah di kalangan Katolik atau Protestan di dalam tayangan televisi.

Dakwah disampaikan dengan penyajian yang santai, tetapi serius penekanannya karena persoalan yang dikupas di dalam dakwah adalah persoalan serius. Dakwah ditempatkan sebagai sebuah usaha untuk membangun karakter umat dan juga karakter bangsa.

Tidak ada komentar:

Al Quran On Line