Kamis, 29 Oktober 2009

Islam dalam Pandangan Barat



Nikolaos van Dam
(Duta Besar Belanda untuk Indonesia)

Banyak orang Barat belum pernah menapakkan kaki di negeri Arab atau dunia Islam, tetapi mereka mendapat kesan tentang Islam dan Muslim melalui media masa saja atau melalui hubungan langsung dengan berbagai macam kelompok pendatang Muslim yang tinggal di negeri mereka. Sebagai contoh, kelompok pendatang Muslim Maroko di Belanda, pendatang Muslim Aljazair di Prancis, pendatang Muslim Pakistan dan India di Inggris, serta pendatang Muslim Turki di Jerman. Mereka juga mendapatkan pengetahuan tentang Islam melalui kejadian-kejadian ekstrem, seperti serangan teroris pada 11 September di Amerika Serikat atau kejadian-kejadian di tempat lain. Pengalaman dan kesan dari kejadian-kejadian tersebut sering mengarah pada negatif dibanding positif. Sering kali, bukanlah Islam yang dipahami, tetapi lebih pada perilaku Muslim yang dibiaskan sebagai gambaran Islam karena mereka bertindak 'atas nama Islam', tetapi sesungguhnya mereka sama sekali tidak mewakili mayoritas Muslim.

Pandangan Islam di kalangan masyarakat umum di Eropa atau Barat pada umumnya, sekarang ini, lebih sering dibentuk oleh peristiwa yang terjadi di dekat rumah atau tetangga dibanding dengan perkembangan negara-negara Muslim yang nun jauh di sana. Di Eropa, pandangan terhadap Muslim dan Islam pada masa lalu sangat dipengaruhi oleh pemikiran lekat yang disarikan dari konflik para penguasa Kristen dan Islam di abad pertengahan. Namun, situasi hari ini di Barat telah berkembang jauh dan sangat berbeda. Meskipun beberapa pemikiran-pemikiran tradisional yang kaku dan bias masih timbul, banyak elemen-elemen baru yang bermain di dalamnya. Konflik baru telah banyak bermunculan. Walaupun mereka tidak ada hubungannya dengan Islam, pantulan kuatnya mengacu ke hubungan Barat serta dunia Islam dan Muslim secara umum.

Tentu, penjajahan negara-negara Barat terhadap Timur Tengah dan wilayah negara lain telah meninggalkan jejak di antara masyarakat bangsa bekas penjajahannya. Sejauh keprihatinan usai periode penjajahan, konflik Arab-Israel adalah faktor yang teramat penting yang memengaruhi hubungan. Pada awalnya, konflik ini hanyalah semacam nasionalisme tentang perselisihan tanah Palestina. Namun, dalam perkembangan waktu, hal ini mendapatkan dimensi-dimensi lain secara gamblang, yakni konflik antara Yahudi dan Muslim, bukan sebaliknya hanya antara Arab dan Yahudi Israel. Pendudukan Israel dan aneksasi Jerusalem telah menambah dimensi agama masuk ke dalam konflik juga. Dukungan kuat Barat secara terus-menerus terhadap Israel, kemudian sikap Barat yang sering dilihat Arab dan Muslim sebagai kebijakan standar ganda terhadap Timur Tengah telah mengakibatkan permusuhan di dunia Islam dan Arab terhadap Barat. Masalah ini, aslinya, adalah permusuhan nasionalisme, namun kemudian ditambah oleh dimensi lain yang meluas menjadi permusuhan Muslim melawan Barat, yang akhirnya memunculkan banyaknya operasi teroris dan kekerasan lainnya oleh organisasi, seperti Alqaidah, Taliban, dan sebagainya. Campur tangan Barat di negara-negara Islam, seperti Irak dan Afghanistan, kemudian kehadiran Barat di jantung wilayah Muslim semenanjung Arab menambah peran dalam memunculkan kebencian dan konflik ini.

Sekarang ini, terdapat elemen baru, yaitu kuatnya keberadaan imigran Muslim di Eropa dengan latar belakang budaya yang sangat berbeda. Keberadaan mereka amat sangat memengaruhi pendapat orang Eropa terhadap Islam dan Muslim pada umumnya. Banyak imigran ini datang dari pelosok desa miskin atau bahkan termiskin di negara mereka sehingga mereka hanya berpendidikan rendah daripada negara di mana mereka berimigrasi. Sering mereka juga tidak mempunyai posisi bersaing dalam hal ekonomi. Meskipun perlu dicatat bahwa ada beberapa pengusaha yang berhasil di antara anak keturunan mereka. Di Belanda, rata-rata pengangguran imigran Maroko sangat tinggi dibanding dengan kelompok imigran lainnya dan ini sebanding lurus dengan tingkat kriminalitas mereka. Karena alasan tersebut, mereka memicu perilaku negatif dalam sektor kehidupan tertentu yang dicap oleh penduduk asli Belanda dan secara tidak langsung juga terhadap Islam.

Di tahun-tahun terakhir ini, Islam secara meningkat telah menjadi subjek perdebatan di Eropa: serangan teroris Muslim pada target-target di Amerika Serikat, London, dan Spanyol; tekanan kepada remaja putri untuk memakai jilbab, penggalangan pemuda untuk jihad internasional; penemuan buku-buku pelarangan homoseksual di masjid-masjid tertentu; kesetaraan pria dan wanita; pembiaran terselubung kekerasan rumah tangga; dan kriminalitas yang diatasnamakan ajaran agama Islam.

Pada tahun 2004, sutradara film Belanda Theo van Gogh dibunuh. Ekstremis pembunuh Muslim meninggalkan sebuah catatan yang menyebutkan dialah yang membunuhnya karena van Gogh secara terbuka mengkritik Islam. Hal ini membawa perubahan di Belanda: para politikus dan para pengikut lainnya dalam debat umum diancam dan bahkan secara sporadis muncul kejadian-kejadian, seperti serangan ke masjid, gereja, dan sekolah-sekolah. Fenomena ini lalu menimbulkan pertanyaan, apakah Islam dalam bentuknya seperti sekarang ini adalah selaras dengan nilai-nilai inti demokrasi dan praktik kehidupan di Belanda. Digabungkan dengan keprihatinan masalah integrasi, seperti penguasaan bahasa Belanda yang tetap rendah, pernikahan antaretnis yang rendah di mana lebih dari 70 persen pemuda Turki dan Maroko menikah dengan pasangan asli dari negara mereka, angka putus sekolah yang tinggi, dan buruknya lulusan sekolah di antara populasi Muslim, semua masalah ini telah memantik panasnya kehidupan sosial dan diskusi di parlemen.

Meskipun Pemerintah Belanda dan organisasi masyarakat sipil berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menerapkan kebijakan integrasi, satu hal masih tetap problematis, yaitu ancaman pemisahan antara Muslim dan non-Muslim. Ancaman ini semakin dibakar oleh fundamentalis Muslim yang mengambil keuntungan dari ketidakpuasan di antara imigran generasi kedua dan ketiga yang sangat lamban berintegrasi. Para fundamentalis Muslim tidak ingin menjadi bagian dari bentuk masyarakat seperti sekarang ini, tetapi lebih menempatkan diri mereka di luar dari itu dan bahkan menolak standar demokrasi dan aturan hukum Belanda yang berlaku. Namun, beruntungnya, kelompok semacam ini hanyalah pinggiran dan kebanyakan Belanda Maroko atau Maroko Belanda dan orang dari kelompok etnis yang lain tentu menerima nilai-nilai Belanda. Namun, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa individu dan kelompok pinggiran dapat menyebabkan banyak kerusakan.

(-)

Indahnya Haji



Oleh Muhammad Said

Prosesi ibadah haji, menurut Dr Ali Syariati, adalah gladi resik kehidupan negeri akhirat. Sedangkan puncak prosesinya adalah wukuf di Arafah, yang menurutnya, merupakan miniatur Padang Mahsyar, di mana manusia berkumpul dengan menanggalkan embel-embel kekayaan, jabatan, dan kedudukan. Seluruh manusia seakan digiring untuk menghadapi Mahkamah Ilahi, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di dunia. Maka itu, wukuf di Arafah adalah saat tepat berkontemplasi (zikir dan munajat).

Kini, musim haji telah tiba. Berbondong-bondong kaum Muslim dari segala penjuru dunia menuju Tanah Suci. Mereka membelanjakan rezeki yang dianugerahkan Allah SWT untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima.

Untuk sementara waktu mereka meninggalkan kesibukan dunia, keluarga, dan sanak saudara. Semua itu merupakan wujud kecintaan dan ketaatan kepada Allah. Yang demikian itu merupakan ketentuan Allah hingga datangnya hari kiamat. Allah telah mengabadikan seruan untuk menunaikan haji kepada seluruh manusia melalui Nabi Ibrahim AS.

Allah SWT berfirman, ''Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.'' (QS Al-Hajj [22] : 27). Dr Ali Asshabuny dalam kitab tafsirnya Shafwatuttafaasir mengutip riwayat Ibnu Abbas RA, ''Tatkala Nabi Ibrahim AS selesai membangun Ka'bah, Allah SWT berfirman kepadanya, ''Serulah manusia untuk berhaji.''

Nabi Ibrahim menjawab, ''Ya Rabbi, suaraku tidak akan sampai!'' Allah SWT berfirman, ''Serukan saja olehmu Aku yang menyampaikan.'' Maka, ia pun naik ke bukit Abi Qubais (bersebelahan dengan Safa dan Marwa, sekarang dibangun istana raja di atasnya) seraya berseru, ''Wahai manusia, sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan kalian menziarahi dan mengunjungi Ka'bah ini, agar kalian mendapat balasan surga dan dijauhkan dari api neraka, maka berhajilah kalian!''

Maka menjawablah ruh-ruh yang masih bersemayam di tulang sulbi laki-laki dan rahim wanita, '' Labbaikallahumma Labbaik! '' (Aku penuhi panggilanmu Ya Allah!). Hanya keimanan, niat, tekad, dan kemauan serta kemampuannyalah yang akan memberangkatkan seseorang untuk berhaji. Semoga kita termasuk orang yang akan mendapatkan undangan dari Allah SWT untuk menunaikannya.

Kunci Keberkahan Harta



Oleh Ahmad Soleh

Kekayaan yang Allah berikan kepada manusia merupakan titipan sementara. Sebagian manusia mendapatkan titipan itu dengan jumlah yang besar dan sebagian yang lain mendapatkannya dengan jumlah kecil. Namun, menurut ajaran Islam, keberkahan harta benda itu tidak ditentukan oleh besaran jumlahnya.

Harta kekayaan seseorang akan berkah jika pemiliknya melakukan amalan-amalan sesuai dengan tuntunan Islam. Berikut amalan-amalan yang dimaksud. Pertama, syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang dikaruniakan kepadanya.

Allah berfirman, ''Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'' (QS Ibrahim [14]: 7).

Kedua, silaturahim. Amalan ini merupakan upaya menyambung tali persaudaraan antarsesama manusia: merajut dan memperkuat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Muslim) dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia). Praktik ini dapat melapangkan rezeki dari Allah.

Abu Hurairah RA menyampaikan sebuah hadis Nabi SAW yang berkaitan dengan hal ini, ''Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung tali kekerabatan (silaturahim).'' (HR Bukhari).

Ketiga, menafkahkannya di jalan Allah. Berkembangnya harta dipengaruhi juga oleh faktor di mana ia dibelanjakan. ''Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan, Allah Mahaluas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.'' (QS Albaqarah [2] ayat 261).

Keempat, senantiasa melakukan kebaikan. Segala kebaikan akan kembali kepada pelakunya. Kebaikan itu akan membuahkan keberkahan dan kebahagiaan. Dalam Alquran, dijelaskan, ''Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu.'' (QS Al-Isra' [17]: 7).

Kelima, berzakat dan bersedekah. Zakat dan sedekah akan membersihkan harta seseorang karena di dalamnya terdapat hak orang lain. Allah berfirman, ''Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya, doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan, Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS Attaubah [9]: 103).

Itulah lima amalan yang akan mendatangkan keberkahan harta kekayaan. Semoga Allah menurunkan keberkahan-Nya dari langit dan bumi melalui harta kekayaan yang kita miliki.

(-)

Kenisbian Kekuasaan



Oleh Afthonul Afif

Ketika Allah mengangkat Ibrahim sebagai pemimpin (imam) bagi umat manusia, sang Nabi mengajukan pertanyaan, ''(Dan saya mohon juga) dari keturunanku?'' Allah berfirman, ''Janji-Ku ini tidak mengenai orang yang zalim.'' (QS Al-Baqarah [2]: 124).

Meski Ibrahim AS adalah anak dari seorang Azar, pemahat patung dari Babilonia yang sampai ajalnya tetap dalam kemusyrikan, Allah memilihnya sebagai pemimpin karena beliau mampu membimbing umat menuju kepada-Nya.

Sebaliknya, ketika Ibrahim AS menghendaki anak-anak keturunannya juga diangkat sebagai pemimpin, Allah menjawab secara tegas bahwa perjanjian-Nya tidak berlaku bagi orang-orang yang zalim, meski mereka adalah keturunan orang mulia seperti Nabi Ibrahim.

Firman Allah SWT di atas merupakan petunjuk yang nyata bagi umat Islam dalam memaknai kekuasaan. Allah mengamanatkan kekuasaan kepada hamba-Nya bukan karena faktor keturunan, melainkan didasarkan pada pertimbangan bahwa hamba-Nya memang memiliki kompetensi sebagai pemimpin.

Pesan penting lainnya adalah bahwa kekuasaan tidak pernah bersifat langgeng. Allah bisa mengangkat hamba-Nya menjadi pemimpin kapan saja, dan juga bisa mengambil kembali amanat-Nya kapan saja.
Sifat nisbi kekuasaan duniawi ini juga dijelaskan dalam firman Allah lainnya yang ditujukan kepada Nabi SAW.

''Katakanlah, 'Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu'.'' (QS Ali Imran [3]:26)

Dengan anugerah kekuasaan itu, Allah akan memuliakan kedudukan seseorang, dan dengan mencopot kekuasaan itu Allah telah menjatuhkan martabat seseorang. Banyak bangsa di dunia termasuk bangsa kita sendiri mengalami peristiwa-peristiwa yang dramatis, sebagai bukti kebenaran makna doa di atas.

Banyak pemimpin melupakan dimensi kekuasaan yang bersifat rohani, yaitu amanat dan kehendak Allah. Mereka lebih terpukau dengan dimensi lahiriah kekuasaannya, mudah terlena, sehingga terjatuh melalui cara yang tidak terhormat.

Doa di atas sebenarnya juga berlaku untuk hal-hal lain yang bersifat duniawi. Bahwa, semua itu adalah amanat Allah yang wajib ditunaikan sebelum diambil kembali dan dimintai pertanggungjawaban di hadapan-Nya. Dengan kata lain, doa di atas mengajarkan kita untuk senantiasa tidak takabur saat mendapatkan anugerah kekuasaan dan nikmat duniawi yang merupakan titipan dari-Nya.

Republika Online - Kenisbian Kekuasaan

Republika Online - Kenisbian Kekuasaan

Minggu, 04 Oktober 2009

Makna Bencana Alam


Makna Bencana Alam
CAREINDONESIA.OR.ID

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya akan menimpa orang-orang yang berbuat zalim di antara kamu. Dan ketahuilah, sesungguhnya Allah amat keras azab-Nya. (QS Al Anfal: 25). Bencana alam yang sering menimpa kita ada dua macam: bencana yang murni bersifat alami dan bencana yang dikarenakan perbuatan manusia. Gunung api meletus, gempa tektonik, badai dan gelombang, adalah contoh bencana alam yang murni bersifat alami. Sedangkan tanah longsor pada gunung yang hutannya digunduli manusia, kebakaran hutan karena manusia mencari cara gampang membuka lahan perkebunan, adalah contoh bencana yang dikarenakan perbuatan manusia.

Jenis bencana yang pertama seharusnya menyadarkan manusia akan Kemahabesaran Allah. Ketika sebuah gunung meletus yang menyebabkan gempa vulkanik, atau dua lempeng kulit bumi bertumbukan yang menyebabkan gempa tektonik, seharusnya semakin menyadarkan manusia tentang adanya Allah Yang Maha Kuasa. Ada hukum-hukum alam yang telah ditetapkan-Nya sehingga alam bersifat demikian itu. Manusia tidak dapat menciptakan hukum seperti itu. Manusia harus sadar, ada Tuhan tempat mereka bergantung. Karena itu mereka harus tunduk-patuh secara ikhlas terhadap petunjuk dan hukum-Nya.

Di balik bencana alam itu tentu ada hikmahnya bagi manusia. Misalnya, dengan melakukan penyelidikan empiris, sedikit demi sedikit manusia dapat memahami hukum-hukum alam yang ditetapkan Tuhan. Dengan demikian, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Lalu dengan iptek itu, mereka dapat melakukan berbagai upaya untuk memperkecil kemungkinan risiko yang dialaminya akibat bencana alam itu, misalnya dengan melakukan evakuasi setelah memprediksi akan terjadi gempa vulkanik.

Berbeda dengan itu, bencana alam yang disebabkan ulah manusia bisa terjadi, antara lain, karena kesadaran hukum dan moral mereka yang rendah atau oleh keterbatasan pengetahuan manusia itu sendiri. Keterbatasan atau kelemahan pengetahuan manusia dapat mengakibatkan kesalahan dalam mengelola alam yang bisa berujung pada bencana alam. Sementara kelemahan kesadaran hukum dan moral juga bisa mengakibatkan manusia mengelola alam secara salah sehingga menimbulkan bencana. Contohnya, bencana asap dari kebakaran hutan yang kita alami sekarang ini.

Sebagian besar kebakaran hutan tersebut bukan diakibatkan oleh kelemahan pengetahuan, tapi kelemahan kesadaran hukum dan moral. Ada di antara pengusaha hutan yang demi kepentingannya sendiri melanggar aturan pengelolaan hutan (kelemahan kesadaran hukum) dengan cara membakar, dan tidak mau tahu banyak orang lain menderita karenanya (kelemahan kesadaran moral).

Terjemahan surat Al Anfal ayat 29 di atas seharusnya kita jadikan pegangan bersama untuk mawas diri terhadap bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan zalim kita sendiri. Sekaligus, atas dasar itu, kita harus menyadari akan tanggung jawab kita melakukan kontrol terhadap perbuatan yang bisa mendatangkan bencana, sebab kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya menimpa pelakunya. Orang-orang tak berdosa juga ikut mengalaminya. ahi

Islam dan Bencana Alam

ISLAM AGAMAKU -Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya akan menimpa orang-orang yang berbuat zalim di antara kamu. Dan ketahuilah, sesungguhnya Allah amat keras azab-Nya. (QS Al Anfal: 25).
Bencana alam yang sering menimpa kita ada dua macam: bencana yang murni bersifat alami dan bencana yang dikarenakan perbuatan manusia. Gunung api meletus, gempa tektonik, badai dan gelombang, adalah contoh bencana alam yang murni bersifat alami. Sedangkan tanah longsor pada gunung yang hutannya digunduli manusia, kebakaran hutan karena manusia mencari cara gampang membuka lahan perkebunan, adalah contoh bencana yang dikarenakan perbuatan manusia.

Jenis bencana yang pertama seharusnya menyadarkan manusia akan Kemahabesaran Allah. Ketika sebuah gunung meletus yang menyebabkan gempa vulkanik, atau dua lempeng kulit bumi bertumbukan yang menyebabkan gempa tektonik, seharusnya semakin menyadarkan manusia tentang adanya Allah Yang Maha Kuasa.
Ada hukum-hukum alam yang telah ditetapkan-Nya sehingga alam bersifat demikian itu. Manusia tidak dapat menciptakan hukum seperti itu. Manusia harus sadar, ada Tuhan tempat mereka bergantung. Karena itu mereka harus tunduk-patuh secara ikhlas terhadap petunjuk dan hukum-Nya.
Di balik bencana alam itu tentu ada hikmahnya bagi manusia. Misalnya, dengan melakukan penyelidikan empiris, sedikit demi sedikit manusia dapat memahami hukum-hukum alam yang ditetapkan Tuhan. Dengan demikian, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Lalu dengan iptek itu, mereka dapat melakukan berbagai upaya untuk memperkecil kemungkinan risiko yang dialaminya akibat bencana alam itu, misalnya dengan melakukan evakuasi setelah memprediksi akan terjadi gempa vulkanik.
Berbeda dengan itu, bencana alam yang disebabkan ulah manusia bisa terjadi, antara lain, karena kesadaran hukum dan moral mereka yang rendah atau oleh keterbatasan pengetahuan manusia itu sendiri. '
Keterbatasan atau kelemahan pengetahuan manusia dapat mengakibatkan kesalahan dalam mengelola alam yang bisa berujung pada bencana alam. Sementara kelemahan kesadaran hukum dan moral juga bisa mengakibatkan manusia mengelola alam secara salah sehingga menimbulkan bencana.
Contohnya, bencana asap dari kebakaran hutan yang kita alami sekarang ini.
Sebagian besar kebakaran hutan tersebut bukan diakibatkan oleh kelemahan pengetahuan, tapi kelemahan kesadaran hukum dan moral.
Ada di antara pengusaha hutan yang demi kepentingannya sendiri melanggar aturan pengelolaan hutan (kelemahan kesadaran hukum) dengan cara membakar, dan tidak mau tahu banyak orang lain menderita karenanya (kelemahan kesadaran moral).
Terjemahan surat Al Anfal ayat 29 di atas seharusnya kita jadikan pegangan bersama untuk mawas diri terhadap bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan zalim kita sendiri. Sekaligus, atas dasar itu, kita harus menyadari akan tanggung jawab kita melakukan kontrol terhadap perbuatan yang bisa mendatangkan bencana, sebab kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya menimpa pelakunya. Orang-orang tak berdosa juga ikut mengalaminya. (rpblk)

Bencana Alam ini karena Faktor Apa?



Ustadz berkaitan dengan terjadinya bencana gempa bumi belum lama ini, bila kita mengutip ayat al quran bahwa bencana alam yang terjadi itu bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya bisa karena fenomena alam, bisa karena ulah manusia sendiri atau bisa karena adzab Allah terhadap orang-orang yang berbuat maksiat/dosa. Menurut ustadz bencana alam yang terjadi ini karena faktor apa?



Memang benar bahwa bencana alam yang terjadi dijelaskan dalam al quran bahwa hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya :

1. Musibah karena Ijin Allah (fenomena alam)
Contoh : Meletusnya gunung berapi dan bencana alam lainnya

2. Musibah karena kesalahan kita
Faktor ulah/perbuatan manusia itupun bisa saja menjadi penyebab bencana, yaitu ketika manusia sudah tidak memperhatikan alam, seperti membangun perumahan di daerah-daerah tempat penyerapan air, sehingga ketika hujan terjadi longsor dan banjir. Kemudian ketika manusia menggunduli hutan, penebangan pohon secara liar akan menyebabkan terjadi kebakaran hutan, pemanasan global dan lain sebagainya, itu semua merupakan bencana yang dibuat oleh ulah/perbuatan tangan manusia sendiri yang membuat kerusakan.

“Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.S. 42 : Asy Syuura : 30)

3. Musibah karena perbuatan-perbuatan dosa/maksiat
Di dalam al quran dijelaskan pula bahwa ada faktor bencana alam yang terjadi disebabkan karena perbuatan dosa/maksiat, contoh ketika Allah mendatangkan adzab kepada kaum Nabi Luth yang melakukan perbuatan dosa (homo seks) ;

Dan (Kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?". Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Lut dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri." Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (Q.S. 8 : Al A’raaf : 80 – 84)

Berkaitan dengan pertanyaan Anda tentang Gempa Bumi, bila ditinjau berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi bahwa lempengan-lempengan yang ada di permukaan bumi itu selalu ada pergerakan meskipun hanya sedikit, jadi tanpa kita sadari gunung itu berpindah meskipun hanya sedikit sekali dan para ahli mengatakan bahwa dari pergerakan lempengan tersebut bisa saja terjadi suatu bencana namun tetap saja para ahli tersebut hanya bisa memprediksi dan tidak bisa memastikan.

Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. 27 : An Naml : 88)

Sehingga bisa disimpulkan bahwa faktor manakah yang menyebabkan Gempa Bumi yang terjadi akhir-akhir ini kita tidak bisa langsung memvonis bahwa itu terjadi karena adzab Allah kepada manusia yang melakukan perbuatan dosa/maksiat, karena hal tersebut merupakan Hak Allah, kita hanya bisa berusaha menjadi manusia yang beriman, taat kepada Allah dan mencoba menjadi manusia yang bermanfaat. Jadilah kita sebagai manusia yang tidak suka untuk melakukan kerusakan dimuka bumi ini, mulai dari hal-hal yang kecil, seperti buang sampah pada tempatnya, dan hindari perbuatan dosa. Walaupun jika bencana alam itu terjadi maka sikap orang beriman akan sabar dan tawakkal dengan apa yang terjadi, karena kita yakin bahwa dunia adalah tempatnya ujian kehidupan.


Wallahu a’alam.

MPI, 06-09-2009

Pandangan Islam Terhadap Alam


admin | Al-Huda, Tauhid | Wednesday, January 14th, 2009

tsunamiacehPertanyaan :

Bagaimanakah sebenarnya pandangan Islam terhadap alam? Apakah alam ini merupakan suatu misteri dan kadangkala menakutkan, sebagaimana yang sering saya dengar di khutbah jum’at, dimana dikatakan bahwa takutlah pada azab Allah SWT, dengan menyebutkan banjir, badai, tsunami, gempa, tanah longsor dan berbagai macam bentuk bencana sebagai azab Allah SWT ?

Khutbah-khutbah demikian menurut saya menghasilkan suatu posisi “takut kepada alam”, atau “menyerah” kepada alam.

Pada sisi lain, bila kita simak laporan pemberitaan di TV, juga di koran, akarr nyatalah bahwa apa yang disebut bencana alam itu boleh dikatakan terjadi tiap hari diseluruh penjuru dunia. Kalau tidak terjadi bencana alam di Indonesia, terjadi di Rusia, atau terjadi di Belanda, atau terjadi di Afrika, atau terjadi di Australia. Atau terjadi di tempat lainnya.

Boleh dikatakan di atas bumi ini setiap hari terjadi bencana alam itu. Kesimpulahnya apa? Maafkan saya, berarti Allah SWT setiap hari menurunkan azabnya. kepada manusia. benarkah begitu?. Kalau benar demikian, maafkan saya, alangkah pemarahnyaAllah SWT, setiap hari, setiap saat Allah SWT dalam keadaan murka, setiap hari, setiap saat Allah SWT menurunkan azabnya.

Mohon maaf ustadz, pikiran saya jadi terguncang memikirkannya. Disisi lain sering pula saya dengar bahwa Allah SWT itu “Maha Rahman”, “Maha Rahim, Allah SWT itu “Maha pengasih”, “Maha Penyayang”.

Bahkan pernah pula saya dengar, bah-wa Islam itu adalah agama yang adil. Me-nurut saya tidak boleh atas manusia dija-tuhkan dua kali azab. Kalau di dunia ini setiap hari sudah menenma azab Allah SWT, maka di akhirat nanti manusia se-harusnya sudah terbebas dari siksa Allah SWT. Kalau di akhirat nanti masih menerima azab Allah SWT, berarti dua kali manusia menerima azab, di dunia dan di akhirat.

Hal lainnya lagi, betul-betul saya mohon maaf. Kalau saya tidak salah Islam menganut azas pertanggungan jawab perseorangan, yaitu setiap pribadi bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Tidak bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuat oleh orang lain.

Sekalipun orang lain itu adalah ayahnya atau anaknya atau isterinya, atau suaminya. Sementara tsunami, kita ambillah tsunami sebagai contoh itukan menimpa orang seumumnya. Semua orang terkena. Kalau benar tsunami itu adalah azab Allah SWT, maka azab Allah SWT yang serupa itu bukan tertimpa kepada perseorangan, melainkan ditimpakan secara kolektif.

Terbersit dalam pikiran dan kalbu saya apakah khatib ketika berkhutbah, atau ketika memberikan ceramah agama, adakah khutbah atau ceramahnya itu dipandu oleh ajaran dan pemahaman agama Islam secara teratur, sehingga tidak berbenturan dengan ajaran agama Islam sendiri ?

Kalau pertanyaan saya ini salah, maafkan saya Tetapi pikiran saya betul-betul gelisah dan betul-betul terguncang.

Jawaban :

Menurut ajaran agama Islam, selain Allah SWT semuanya adalah “makhluk”. Hanya Allah SWT yang ‘Khalik”.

Makhluk itu terdiri atas :

  1. Malaikat.
  2. Syaitan/Jin/lblis.
  3. Manusia.
  4. Binatang.
  5. Alam.

Diantara makhluk-makhluk ciptaan Allah SWT itu manusia merupakan makhluk yang terbaik. Manusia terdiri atas jasad, roh, akal dan nafsu. Malaikat tidak berjasad dan tidak bernafsu (kurang dari manusia). Syaitan tidak berjasad dan tidak berakal (kurang dari manusia). Binatang tidak berakal (kurang dari manusia). Alam hanya berjasad saja (sangat kurang dari manusia).

Firman Allah SWT : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Lebih baik dari malaikat, dari syaitan, dari binatang dan dari alam). (Surat 95/At-Tiin, ayat 4).

Dengan demikian pandangan manusia terhadap alam adalah melihatnya kebawah, karena alam diciptakan jauh dari kesempurnaan manusia. Terhadap malaikat dan syaitan manusia melihatnya sebagai sesama makhluk Allah SWT dengan posisi untuk bersahabat dengan malaikat, karena malaikat diciptakan untuk membantu manusia. Sedangkan terhadap syaitan manusia setiap saat adalah berperang dengannya, karena syaitan memusuhi manusia dan kerjanya berusaha untuk menggelincirkan manusia dari jalan Allah SWT.

Firman Allah SWT : “…..Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu Dan hendaklah kamu menyembahKu. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebagian besar diantaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan?“. (Surat 36 /Yaasiin.ayat 60-62).

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman tentang manusia : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan“. (Surat 17/AI Israa’, ayat70).

Adapun bumi dan langit diciptakan Allah untuk manusia. Firman-Nya : “Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezeki dengan yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhan-mu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam” (Surat 40/AI Mu’min,ayat64).

Kehidupan manusia dan juga peredaran alam di atur Allah SWT dalam tata kehidupan tertentu, yang dinamakan “sunnatullah“. Misalnya bagi manusia, ada saat riang, ada saat bersedih. Ketika saat riang adalah ketika bergembira disaat mendapat nikmat.

Sedangkan saat bersedih adalab disaat tertimpa musibah. Hidup manusia, tak bisa terhindarkan dari musibah yang satu ke musibah yang lain, namun juga dipenuhi oleh berbagai kenikmatan, dari kenikmatan yang satu pada kenikmatan yang lain. Hal itu diumpamakan dengan indahnya di dalam Al Qur’an seperti pergantian siang dengan malam, dan pergantian malam dengan siang.

Salah satu bentuk musibah itu adalah bencana alam. Karena bencana alam itu adalah salah satu sunnatullah, tentulah tak dapat dicegah dan dihindarkan. Manusia berdaya upaya untuk meringankan akibatnya Dan dalam berdaya upaya itu tidak boleh berburuk sangka terhadap Allah SWT.

Namun demikian, manusia tidak boleh takut kepada alam. Tidak boleh memberi sesaji kepada alam. Karena sesaji itu membuat alam lebih mulia dari manusia. Padahal yang benar adalah sebaliknya.

Sumber : Buletin dakwah Al-Huda, No. 1150 tahun ke-23 - 19 Desember 2008

Di Balik Duka



Oleh: Zaim Uchrowi

Sekali lagi, kita harus menyeka air mata. Belum kering rasanya air mata atas tragedi gempa yang menimpa di Tasikmalaya dan wilayah selatan lain Jawa Barat, kita harus menyaksikan lagi derita serupa di Sumatra Barat. Skala kerusakan serta korbannya bahkan lebih besar lagi. Derita yang akan selalu memaksa kita bertafakur: Apa kehendak Allah SWT di balik semua ini?

Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Hanya kalimat itulah yang menenteramkan segala kegundahan. Rumah-rumah yang remuk, gedung-gedung yang ambruk, warga yang harus pergi bertebaran tanpa jelas ke mana harus berlindung dari guyuran panas-hujan, hingga persoalan mata pencarian yang harus hilang dan bahkan soal kesulitan makan, sungguh menyayat perasaan. Belum lagi, soal luka serta gelimpangan korban. Haruskah mereka mengalami tragedi itu? Apalagi, mereka yang masih terkubur oleh reruntuhan bangunan yang tak terselamatkan.

Di tengah kesibukan para petugas serta masyarakat menangani akibat gempa tersebut, pertanyaan-pertanyaan berkecamuk. Petaka ini akibat dosa atau cobaankah? Ataukah merupakan keduanya? Jika dosa, dosa apa dan oleh siapakah? ''Jangan-jangan,'' tutur seorang ustaz menanggapi tragedi Sumatra Barat, ini hukuman yang disebut hadis bakal ditimpakan pada umat yang memperlakukan amanah sebagai ghanimah (rampasan perang)? Jika itu ujian, ujian apa dan bagi siapa itu? Apakah kita sudah termasuk orang yang layak untuk diuji?

Apakah bencana itu merupakan akibat dosa atau merupakan cobaan, dapat didiskusikan secara panjang lebar. Namun, tak akan pernah ada kesimpulan yang dapat ditarik dengan jelas karena itu sepenuhnya kehendak Tuhan. Yang lebih terjangkau oleh alam manusia adalah pertanyaan: Pelajaran apa yang mungkin diberikan Tuhan melalui musibah itu. Setiap musibah selalu mengandung pelajaran. Sebagai manusia, semestinya kita terus belajar dari setiap kehendak Tuhan yang ada di balik fenomena alam.

Dalam Alquran surat 94:5 tertera jelas bahwa sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Surat tersebut mengajari kita untuk dapat berdiri tegak dalam menghadapi kesulitan. Bahkan, mengajarkan agar berani menjadikan kesulitan itu sebagai tantangan. Sebab, dalam kesulitan itulah ada kesempatan. Para pebisnis tangguh umumnya meyakini, kesempatan untuk menyalip atau mendahului lawan justru ada pada tikungan. Maka, mari hadapi setiap tikungan dengan percaya diri.

Sejarah menunjukkan, petaka merupakan momentum yang tepat buat bangkit dan maju. Itu yang telah terbukti di Aceh. Kebangkitan seperti itu pula--bila tepat dalam menyikapinya--yang dapat terjadi di Sumatra Barat.

Senaas dengan itu pula adalah pandangan bahwa beban yang dipikul setiap manusia adalah selalu sesuai dengan kapasitas orang tersebut. Itu yang ditegaskan dalam Alquran (2:286), Tak ada orang yang salah dalam menanggung beban. Seorang yang lemah akan diberi beban sedikit. Seorang kuat akan mendapat beban kuat.
Dari pendekatan ini dapat dipahami bahwa orang yang mendapat beban adalah 'orang terpilih'. Termasuk beban duka. Bila tepat dalam bersikap, yang terpilih itu akan mendapat buah dari keteguhannya dalam memikul buah.

'Terpilihnya' Sumatra Barat untuk memikul beban tragedi tentu atas kehendak-Nya. Boleh jadi, inilah jalan Allah SWT untuk memberi momentum agar Sumatra Barat bangkit. Dalam sejarah, Sumatra Barat mempunyai peran luar biasa dalam membangun Indonesia sekarang. Peran yang dapat dikatakan lebih dari daerah lain manapun di Indonesia. Pemikiran-pemikiran kebangsaan, yang menjadi latar tegaknya Indonesia sangat terwarnai oleh Sumatra Barat. Peran demikian tidak lagi menonjol dalam beberapa dasawarsa terakhir.

Tragedi politik penanganan PRRI/Permesta telah memorak-porandakan kapasitas Sumatra Barat yang sebelumnya merupakan 'pemikir utama' kebangsaan Indonesia. Gempa ini, insya Allah, akan mengembalikan marwah dan peran penting Sumatra Barat bagi bangsa.

(-)

Jumat, 02 Oktober 2009

Ayo Berbatik



Oleh Asro Kamal Rokan

Satu pesan pendek masuk ke telepon genggam saya. Isinya: Sehubungan pengukuhan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia, diminta pada semua delegasi wartawan Indonesia dalam General Assembly Confederation of ASEAN Journalist (CAJ) di Kuala Lumpur, mengenakan baju batik.

Pada 2 Oktober 2009, insya Allah, Badan PBB mengenai pendidikan, ilmu, dan budaya (UNESCO) mengukuhkan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Saat bersamaan di Genting Highlands, pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama delegasi wartawan negara ASEAN, dijamu makan malam oleh Menteri Penerangan dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Rais Yatim.

Mengenakan batik dalam situasi bersejarah, tentu terasa indah dan sentimentil. Dengan beragam motif dan warna yang indah, batik tidak sekadar busana yang tepat untuk acara makan malam resmi, tetapi juga indentitas yang sahih, terutama ketika berada di Malaysia, negara yang juga memproduksi batik.

Pemerintah Indonesia telah mendaftarkan batik ke UNESCO untuk mendapatkan status Intangible Cultural Heritage (ICH). Pada 2 Oktober di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, UNESCO bersidang dan akan mengukuhkan batik sebagai warisan budaya dunia. Sebelumnya, badan PBB itu telah mengukuhkan wayang dan keris Indonesia sebagai warisan dunia.

Menyambut pengukuhan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta rakyat Indonesia mengenakan batik pada 2 Oktober. Di Jakarta, Gubernur DKI, Fauzi Bowo, menyerukan semua pegawai, pelajar sekolah, karyawan hotel, dan masyarakat DKI mengenakan batik pada momen bersejarah tersebut. Seruan Pak SBY--Presiden yang gemar mengenakan batik, termasuk batik lengan pendek yang kini menjadi trend--dapat menjadi gerakan nasional. Gerakan untuk indentitas, kebanggaan, keindahan, dan bahkan dalam ranah diplomasi politik, ia menjadi harga diri bangsa.

Batik mulai dikenal pada abad XVIII masa Majapahit. Ketika itu, batik terbatas dikerjakan dan digunakan keluarga kraton. Motifnya hewan dan pepohonan. Ketika Islam menyebar pada masa Kerajaan Mataram, batik semakin berkembang pesat, motifnya lebih beragam. Pembuatan dan penggunaannya pun tidak lagi sebatas kraton, tapi berkembang di masyarakat biasa dan para santri. Bahkan, batik menjadi alat perjuangan ekonomi tokoh-tokoh Islam dalam memperkuat perekonomian menghadapi penjajah masa itu.

Dan, kini batik telah menjadi warisan dunia. Ia digunakan oleh semua lapisan masyarakat--dari presiden hingga petani, dari guru sampai murid-murid. Ia digunakan dalam banyak situasi. Di kantor-kantor, pelan dan pasti batik telah menggantikan jas dan kemeja berdasi. Ia tidak lagi dikenakan hanya pada acara-acara formal, tapi juga ketika berlibur atau ke pasar dan mal. Batik telah menjadi simbol kebersamaan dan sangat berkarakter.

Dan, pada 2 Oktober mendatang di Genting Highland, Malaysia, ketika para wartawan Indonesia mengenakan batik saat jamuan makan malam resmi, batik dengan berbagai motif dan warna-warna yang indah, akan menyampaikan pesan penting: Kami Indonesia ...

Di Balik Duka



Oleh: Zaim Uchrowi

Sekali lagi, kita harus menyeka air mata. Belum kering rasanya air mata atas tragedi gempa yang menimpa di Tasikmalaya dan wilayah selatan lain Jawa Barat, kita harus menyaksikan lagi derita serupa di Sumatra Barat. Skala kerusakan serta korbannya bahkan lebih besar lagi. Derita yang akan selalu memaksa kita bertafakur: Apa kehendak Allah SWT di balik semua ini?

Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Hanya kalimat itulah yang menenteramkan segala kegundahan. Rumah-rumah yang remuk, gedung-gedung yang ambruk, warga yang harus pergi bertebaran tanpa jelas ke mana harus berlindung dari guyuran panas-hujan, hingga persoalan mata pencarian yang harus hilang dan bahkan soal kesulitan makan, sungguh menyayat perasaan. Belum lagi, soal luka serta gelimpangan korban. Haruskah mereka mengalami tragedi itu? Apalagi, mereka yang masih terkubur oleh reruntuhan bangunan yang tak terselamatkan.

Di tengah kesibukan para petugas serta masyarakat menangani akibat gempa tersebut, pertanyaan-pertanyaan berkecamuk. Petaka ini akibat dosa atau cobaankah? Ataukah merupakan keduanya? Jika dosa, dosa apa dan oleh siapakah? ''Jangan-jangan,'' tutur seorang ustaz menanggapi tragedi Sumatra Barat, ini hukuman yang disebut hadis bakal ditimpakan pada umat yang memperlakukan amanah sebagai ghanimah (rampasan perang)? Jika itu ujian, ujian apa dan bagi siapa itu? Apakah kita sudah termasuk orang yang layak untuk diuji?

Apakah bencana itu merupakan akibat dosa atau merupakan cobaan, dapat didiskusikan secara panjang lebar. Namun, tak akan pernah ada kesimpulan yang dapat ditarik dengan jelas karena itu sepenuhnya kehendak Tuhan. Yang lebih terjangkau oleh alam manusia adalah pertanyaan: Pelajaran apa yang mungkin diberikan Tuhan melalui musibah itu. Setiap musibah selalu mengandung pelajaran. Sebagai manusia, semestinya kita terus belajar dari setiap kehendak Tuhan yang ada di balik fenomena alam.

Dalam Alquran surat 94:5 tertera jelas bahwa sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Surat tersebut mengajari kita untuk dapat berdiri tegak dalam menghadapi kesulitan. Bahkan, mengajarkan agar berani menjadikan kesulitan itu sebagai tantangan. Sebab, dalam kesulitan itulah ada kesempatan. Para pebisnis tangguh umumnya meyakini, kesempatan untuk menyalip atau mendahului lawan justru ada pada tikungan. Maka, mari hadapi setiap tikungan dengan percaya diri.

Sejarah menunjukkan, petaka merupakan momentum yang tepat buat bangkit dan maju. Itu yang telah terbukti di Aceh. Kebangkitan seperti itu pula--bila tepat dalam menyikapinya--yang dapat terjadi di Sumatra Barat.

Senaas dengan itu pula adalah pandangan bahwa beban yang dipikul setiap manusia adalah selalu sesuai dengan kapasitas orang tersebut. Itu yang ditegaskan dalam Alquran (2:286), Tak ada orang yang salah dalam menanggung beban. Seorang yang lemah akan diberi beban sedikit. Seorang kuat akan mendapat beban kuat.
Dari pendekatan ini dapat dipahami bahwa orang yang mendapat beban adalah 'orang terpilih'. Termasuk beban duka. Bila tepat dalam bersikap, yang terpilih itu akan mendapat buah dari keteguhannya dalam memikul buah.

'Terpilihnya' Sumatra Barat untuk memikul beban tragedi tentu atas kehendak-Nya. Boleh jadi, inilah jalan Allah SWT untuk memberi momentum agar Sumatra Barat bangkit. Dalam sejarah, Sumatra Barat mempunyai peran luar biasa dalam membangun Indonesia sekarang. Peran yang dapat dikatakan lebih dari daerah lain manapun di Indonesia. Pemikiran-pemikiran kebangsaan, yang menjadi latar tegaknya Indonesia sangat terwarnai oleh Sumatra Barat. Peran demikian tidak lagi menonjol dalam beberapa dasawarsa terakhir.

Tragedi politik penanganan PRRI/Permesta telah memorak-porandakan kapasitas Sumatra Barat yang sebelumnya merupakan 'pemikir utama' kebangsaan Indonesia. Gempa ini, insya Allah, akan mengembalikan marwah dan peran penting Sumatra Barat bagi bangsa.

Amaliah Pascaramadhan



Oleh KH Didin Hafidhuddin

Ramadhan yang penuh dengan keberkahan, rahmat, dan ampunan dari Allah SWT telah berlalu. Amaliah ritual dan sosial yang penuh dengan megabonus, yang merupakan khususiyyah Ramadhan, telah selesai pula dilakukan shaimin dan shaimat.

Mudah-mudahan semuanya berbekas dan berkesan dalam lubuk hati orang-orang beriman yang melakukannya, sehingga mampu meningkatkan kualitas ketakwaannya, baik dalam dataran individual-sosial, maupun dataran vertikal dengan Allah SWT dan horizontal dengan sesama manusia.

Tentu saja dengan berakhirnya Ramadhan, bukan berarti berakhir pula amaliahnya. Ramadhan merupakan bulan latihan dan pendidikan (syahriyyah tarbiyyah) yang hasilnya diaplikasikan pada 11 bulan berikutnya.

Qiyamullail, seperti shalat tahajud, seyogianya berlangsung sepanjang malam, karena shalat ini akan mengantarkan kemuliaan bagi yang melakukannya.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, ''Hendaknya kalian bangun malam (melakukan qiyamullail/tahajud), karena sesungguhnya hal itu sudah menjadi kebiasaan dan kelaziman orang-orang saleh sebelum kalian, sebagai pendekatan diri kepada Allah, dapat mencegah diri dari dosa, dapat melebur kesalahan, dan dapat mengusir penyakit yang ada pada tubuh kita.''

Kesungguhan memakmurkan masjid seperti dengan meramaikan shalat berjamaah dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya harus pula menjadi agenda utama kaum Muslimin. Karena, dengan seringnya kaum Muslimin ruku dan sujud bersama-sama akan menumbuhkan izzah/kekuatan kaum Muslim (QS Alfath [48]: 29).

Orang yang suka memakmurkan masjid, baik dengan kegiatan ibadah mahdlah maupun kegiatan muamalah adalah orang-orang yang akan selalu dibimbing hidayah Allah SWT dalam kehidupannya. Firman Allah dalam QS Attaubah [9] ayat 18, ''Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.''

Demikian pula semangat berbagi dan memberi kepada orang lain yang membutuhkan, terutama kaum dhuafa, hendaknya dijadikan perilaku keseharian orang-orang beriman. Kecintaan dan kepedulian kepada fakir-miskin, sesungguhnya akan mengundang rezeki dan pertolongan dari Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya kalian akan mendapatkan rezeki dan pertolongan dari Allah SWT, jika kalian punya kepedulian yang tinggi kepada kaum dhuafa.''

(-)

Kita Tidak Hidup Sendiri



Oleh H Toto Tasmara

Ketika bangunan menjulang baru berdiri. Pesta digelar memeluk decak kekagum. Tetapi, adakah mereka bertanya, di manakah wahai para kuli bangunan? Padahal, di antara para kuli itu mungkin ada yang terjatuh dari lantai tujuh, mati tanpa asuransi, meninggalkan istri dan anaknya cemas menanti.

Ketika seseorang mangkat. Para pengiring jenazah didera haru. Dan setelah prosesi doa sambutan usai, tolan dan para kerabat itu akhirnya pulang juga ke rumahnya. Tetapi, adakah yang teringat siapakah gerangan para tukang gali kuburan?

Maka, sadarlah bahwa sesungguhnya tidak ada satu pun kenikmatan tanpa jasa orang lain yang bahkan tidak pernah kita kenal. Dialah 'orang -orang lemah' yang telah berjasa menapaki jalan panjang untuk mengantarkan sepiring nasi di atas meja hidangan.

Sungguh kita sering melupakan jasa mereka. Kita lupa, siapa gerangan paraji, dukun beranak, atau bidan yang membantu pesalinan ketika kita lahir. Kita pun sudah lupa siapa nama guru SD kelas satu. Padahal, dialah manusia pertama yang mengajarkan huruf dan angka.

Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya kalian akan diberi rejeki dan pertolongan karena jasa kelompok orang-orang yang miskin.'' (HR Abu Dawud).
Pada hati yang hancur ada kekuatan yang memberikan cahaya bagi orang yang mau memerhatikannya. Sehingga, Allah berfirman bahwa salah satu ciri orang yang bertakwa adalah mereka yang menyadari bahwa pada harta mereka ada hak orang yang meminta maupun yang tidak meminta (QS Adz Dzaariyaat [51]:20).

Pantaslah Allah menghardik orang-orang yang asyik mengerjakan shalat sebagai pendusta agama, karena mereka tidak peduli dengan kaum mustad'afin. Kita diminta untuk bersedekah, mengulurkan tangan meringankan penderitaan orang lain, baik secara terang-terangan atau bersembunyi.

Allah telah menciptakan segala sesuatunya secara berpasang-pasangan (QS Adz Dzaariyaat [51]:49). Tidak mungkin ada langit tanpa bumi. Tak akan ada presiden tanpa rakyat. Direktur tanpa karyawan.

Maka, kehadiran orang lain adalah berkah Ilahi. Kehadiran kita, kebahagiaan dan kedudukan kita terasa tidak berarti tanpa kehadiran orang lain.

Inilah salah satu inti ajaran Islam yang mengantarkan kita untuk memuliakan manusia. Terkenang kita akan pesan Rasulullah dalam pesan- pesannya yang disebut khutbatul wada, ''Sesungguhnya darahmu (damm-an), hartamu (amwaal), serta kehormatanmu itu suci (A'rada).''

Maka itu, kita hendaknya menyempurnakan amal-amal dengan melakukan tanafus yaitu meningkatkan dan memperbanyak amal sosial. Karena, kita tidak bisa hidup sendirian.

Beginilah Khalifah Umar Mencegah Korupsi


Selasa, 29 Sep '09 11:41

"TUHAN melaknat perbuatan korupsi: yang memberi dan yang menerima suap serta yang menjadi perantaranya," begitu lebih kurang makna sebuah hadits Rasulullah SAW yang sangat dipegang teguh oleh para sahabat; pemimpin Islam setelah beliau SAW. Salah satunya oleh Khalifah Umar ibn Al-Khattab ra.

Suatu kali, seorang pejabat negara kembali dan melaporkan adanya kelebihan kekayaan untuk baitul-mal sebanyak 400.000 dinar. Umar bertanya kepada pejabat yang ia tunjuk itu:

"Adakah saudara merugikan orang lain dengan harta itu?"

"Tidak," jawab si pejabat.

"Harta saudara sendiri berapa banyak?"

"Dua puluh ribu dirham".

"Dari mana saudara memperoleh itu?"

"Saya peroleh dari berdagang."

Mendengar itu Khalifah Umar marah. "Kami menugaskan saudara sebagai penguasa, bukan sebagai pedagang!! Kenapa saudara memperdagangkan harta umat Islam?"

Kelebihan harta demikian itu oleh Umar diambil kembali untuk negara dan hanya haknya yang semula dikembalikan pada pejabat itu. Umar memandang salah bagi pejabatnya yang berdagang di saat berkuasa. Sebab ia yakin, seorang pejabat yang berkuasa pastilah mendapatkan fasilitas dan kemudahan dalam menjalankan bisnisnya lantaran kekuasaan yang dimiliki. Dan kemudahan-kemudahan itu dianggap awal dari munculnya kecurangan dalam jabatan. Selain itu ia berprinsip bahwa jika seorang pejabatnya berdagang, pastilah pikiran dan tenaganya terbagi; di suatu saat ia harus melayani rakyat, disaat bersamaan iapun harus memikirkan bisnisnya. Makna jabatan kala itu benar-benar ibadah dan untuk melayani rakyat, bukan untuk melayani diri apalagi sampai memperkaya diri. Maka tak heran jika tak satupun pejabat negara kala itu kaya raya yang dibuahkan melalui jabatan mereka.

Demikian juga ketika ada pejabat yang harus bertanggung jawab itu diketahui memiliki beberapa ekor kuda seharga 1600 dinar, Khalifah yang terkenal tegas itu terkejut sekali lalu diusutnya sampai ke akar-akarnya. Dia tak dapat menerima alasan bilamana itu dikatakan dari hadiah orang, sebab hadiah demikian itu bukan untuk pribadinya, melainkan untuk jabatannya. Khalifah yakin bahwa si pejabat tadi pastilah tak diberikan hadiah sebesar itu bilamana ia tidak sedang memangku jabatan.

Sikap kepedulian Khalifah dalam 'mencegah' korupsi juga terlihat diawal-awal ia menunjuk pembantu-pembantunya. Ketika ada seseorang yang akan diangkat memangku jabatan tinggi, terlebih dulu harta kekayaan orang itu harus didaftar. Apabila setelah selesai masa jabatannya, kekayaan itu dilapor-ulang. Jika melebihi kepatutan, maka ia harus diserahkan untuk negara.

Tapi sungguhpun begitu, Khalifah Umar selalu berhati-hati dan teliti dalam hitung-menghitung kekayaan pejabatnya itu, agar tidak menimbulkan kedzaliman baru bagi si pejabat.

Memang, kemungkinan berlaku curang dalam memangku sebuah jabatan dapat dilakoni siapa saja, tak peduli kapan zamannya dan bagaimana orangnya, apalagi kesempatan dan peluang untuk berbuat curang itu sangat besar. Maka mungkin yang harus dilakukan hanyalah mempersempit gerak atau bahkan menghilangkan peluang dan kesempatan tersebut.

Apakah negeri kita ini mau mempersempit dan menghilangkan peluang2 dan kesempatan2 tersebut? Atau sebaliknya, justru dengan adanya kisruh KPK belakangan ini malah membuka lebar-lebar celah untuk bercurang-ria?

Insya Allah jangan-lah...

Al Quran On Line